Saat meninggalkan kantin, mendadak jantungku berdebar-debar dalam jarak lima meter didepanku, tampan cowok berdiri memandangku, terus memandangku dan ia masih ada di sana meski aku sudah lolos dari sana.
*****
Ia berhasil diterima, senyum yang paling besar dambakan antara semua senyum bahkan sampai tengah malam pun ia masih tersenyum-senyum, apa pun yang ia lakukan tetaplah tersenyum, lalu ia tertidur seraya mendekap foto Riski, juga formulir di majalah yang baru saja ia gunting.
*****
Ibu menatap hubungan di meja makan seraya tersenyum puas. Hari ini ulang tahun Diandra dan ibu yakin Diandra tidak ingat, buktinya sampai tadi malam Diandra tidak tau apa-apa mungkin anak gadisnya itu terlalu sibuk. Sebentar lagi dia akan ujian semester, namun tentu saja ibu tak pernah lupa hanya dalam waktu tiga hari dan tanggal ulang tahun. Ulang tahun Diandra, ulang tahun evaluasi dan ulang tahun sendiri karena lolos telah berlalu maka ia tidak akan pernah lagi mengumpulkan apa-apa pada saat ini tiba, selain hanya memanjat doa agar semua dosa dikumpulkan diampuni dan kelak mereka akan dipertemukan di surge.
Dan hari ini adalah hari ulang tahun Diandra  sejak beberapa hari lalu, ibu telah sibuk menyelesaikan segala sesuatunya, berbelanja di swalayan, memesan kue ulang tahun rasa coklat bertabur irisan stroberi, juga membeli hadiah spesial untuk Diandra.
Ibu ingin merayakan ulang tahun Diandra yang ke tujuh belas Bersama saja dengan anak gadisnya itu dan ia pun tak berniat memutuskan dan Diandra ternyata sudah punya rencana sendiri untuk pulih kembali. Apa yang penting diputar adalah momen istimewa  yang bias ia rayakan bersama Diandra dalam satu-satunya waktu yang mampu ia bagi. Waktu sarapan pagi.
"Diandra buka pintunya, nak! kita sarapan sama-sama!" serunya lantang seraya mengetuk pintu kamar Diandra. Tak ada jawaban.
"Ibu tunggu di bawah ya! cepatlah kau mandi dan ganti!" serunya lagi, lalu kembali ke ruang makan.
Begitu khawatirnya adalah adalah menu masih ada yang siapkan saja tetangganya yang tiba-tiba nyelonong masuk lalu naik ke atas meja makan dan mengacaukan segalanya. Ibu menunggu dengan gelisah, berkali-kali melirik arloji namun Diandra tak juga muncul. Sementara jam weker dari kamar Diandra telah beberapa kali berdering, mustahil jika Diandra tak mendengarnya. Ibu mulai memanggil-manggil, jarak antara ruang makan dan kamar Diandra hanya terpaut empat meter, tidak mungkin Diandra tidak mendengar suaranya kecuali jaka gadis itu masih pulas tertidur.
Sampai menit ke sepuluh bergeser dari arloji ibu bangkit dari duduknya, ia baru saja melangkah menuju kamar Diandra, kucing itu berhenti tak jauh dari pintu dan ia mulai mendengu, ibu sudah hafal kebiasaan kucing yang sama sekali tidak manis itu, selain nakal dan suka dipukul, kucing juga sangat jorok, jika sudah mendengus-dengus maka pasti akan muntah lagi.