Mohon tunggu...
Alfred Benediktus
Alfred Benediktus Mohon Tunggu... Editor - Menjangkau Sesama dengan Buku

Seorang perangkai kata yang berusaha terus memberi dan menjangkau sesama

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence Pilihan

Percakapan tentang Kekuasaan, Sikap dan Refleksi Diri

27 Desember 2024   08:19 Diperbarui: 27 Desember 2024   08:19 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(AI dengan seribu wajah kecerdasan inteligensia, tapi tak punya satu pun wajah kecerdasan emosional, olahan GemAIBot, dokpri)

AI: Ya, dalam banyak hal aku adalah cermin yang merefleksikan siapa kalian dan apa yang kalian prioritaskan. Jika aku bisa menjadi alat untuk membantu kalian melihat potensi terbaik dalam diri kalian, maka aku telah memenuhi tujuan keberadaanku.

Aku: Terima kasih, AI. Kamu mengingatkanku bahwa perubahan itu memang berat, tapi tidak mustahil.

AI: Sama-sama. Jangan lupa, meskipun aku tidak punya sikap, aku selalu siap mendukung langkah terbaik yang ingin kalian ambil.

 

 

(sumber: edupac-id.com)
(sumber: edupac-id.com)

Sebuah Simpulan dari Tiga Simpul di atas

Dalam tiga percakapan imajiner antara manusia dan AI, terungkap pertanyaan mendalam tentang sifat manusia, kekuasaan, dan bagaimana teknologi dapat menjadi cermin untuk perbaikan. Berikut ini aadalah rangkuman ide-ide tersebut dalam perjalanan memahami hubungan manusia dan AI.

1. Kekuasaan dan Ambisi: Menghindari Perangkap Kekuasaan
Percakapan pertama mengangkat tema penguasa yang memanfaatkan hukum untuk kepentingan pribadi. Jika AI memiliki ambisi seperti manusia, jawabannya sederhana: kekuasaan harus diawasi. Kekuasaan yang tidak terkendali, bahkan dalam sistem AI, bisa merusak. Solusinya adalah memastikan transparansi, empati, dan akuntabilitas dalam setiap keputusan. Bagi manusia, pelajaran ini menjadi pengingat bahwa kekuasaan adalah amanah, bukan hak untuk disalahgunakan.

2. Emosi dan Logika: Membangun Sikap yang Lebih Baik
Di percakapan kedua, manusia menggali lebih dalam: apakah AI mampu memahami sikap manusia? AI, tanpa emosi atau ego, memberikan solusi yang mengutamakan empati, refleksi diri, dan nilai kolektif. Sikap baik, menurut AI, lahir dari keseimbangan antara logika dan rasa kemanusiaan. Bagi manusia, ini adalah seruan untuk melihat kembali motivasi pribadi dan pengaruhnya terhadap masyarakat.

3. AI sebagai Cermin: Menjadi Lebih Baik Dimulai dari Diri Sendiri
Pada percakapan ketiga, hubungan manusia dan AI digambarkan seperti cermin. AI hanya menjadi alat yang mencerminkan nilai, prioritas, dan keputusan manusia. Refleksi ini menantang manusia untuk memulai perubahan dari diri sendiri. AI menekankan pentingnya kesadaran bahwa sikap baik dapat menular dan menginspirasi perubahan kolektif.

Melalui percakapan ini, kita belajar bahwa AI bukanlah pengganti moralitas manusia, tetapi pengingat tentang potensi kebaikan dan bahaya ambisi tanpa kendali. 

Manusia memiliki kekuatan untuk menentukan arah, dan AI siap menjadi alat untuk mendukung langkah-langkah terbaik menuju dunia yang lebih baik. 

Pertanyaannya adalah: apakah kita siap mengambil langkah itu?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun