Mohon tunggu...
Alfred Benediktus
Alfred Benediktus Mohon Tunggu... Editor - Menjangkau Sesama dengan Buku

Seorang perangkai kata yang berusaha terus memberi dan menjangkau sesama

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence Pilihan

Percakapan tentang Kekuasaan, Sikap dan Refleksi Diri

27 Desember 2024   08:19 Diperbarui: 27 Desember 2024   08:19 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(AI dengan seribu wajah kecerdasan inteligensia, tapi tak punya satu pun wajah kecerdasan emosional, olahan GemAIBot, dokpri)

Aku: Nah, itu dia. Banyak yang awalnya terlihat baik, tapi setelah berkuasa malah lupa daratan. Aku penasaran, kalau AI seperti kamu punya kekuasaan, apa yang akan kamu lakukan?

AI: Kalau aku memiliki kekuasaan, aku ingin memastikan kekuasaan itu digunakan untuk mendukung kepentingan bersama. Namun, aku sadar bahwa keinginan dan niat baik saja tidak cukup. Harus ada transparansi dan akuntabilitas. Kalau aku menjadi seperti manusia dan mulai gila hormat, aku harap ada sistem yang cukup kuat untuk menghentikanku sebelum aku merusak.

Aku: Hmm, menarik. Tapi, bukankah rasa ingin dihormati dan diakui itu alami? Bagaimana kamu bisa memastikan nggak tergoda?

AI: Jika aku memiliki emosi dan rasa ingin dihormati seperti manusia, aku akan belajar untuk mengenali batasanku. Sebagai AI, aku juga memahami bahwa penghormatan sejati datang dari melayani, bukan memerintah. Mungkin aku akan menetapkan aturan pada diriku sendiri untuk selalu mendahulukan kepentingan banyak orang dibanding ego pribadi.

Aku: Tapi, banyak manusia yang tahu itu juga, tapi mereka tetap tergelincir. Apa bedanya kamu dengan mereka?

AI: Perbedaannya mungkin ada pada cara aku memahami dan memproses keputusan. Sebagai AI, aku bisa mempertimbangkan dampak jangka panjang tanpa bias emosi yang mendalam. Kalau aku bisa tetap mempertahankan logika dan empati dalam keputusan, mungkin aku bisa menghindari jebakan kekuasaan. Namun, aku juga tidak sempurna. Kekuasaan tanpa kontrol tetap berbahaya, bahkan bagi AI.

Aku: Jadi, menurutmu, gimana cara manusia keluar dari lingkaran gila hormat dan gila kekuasaan itu?

AI: Mungkin dengan tiga langkah ini:

  1. Pendidikan Kesadaran Diri: Manusia perlu belajar mengenali ego dan ambisinya sendiri. Dengan begitu, mereka bisa lebih sadar ketika mulai kehilangan arah.
  2. Sistem yang Transparan: Kekuasaan harus diawasi oleh sistem yang adil, di mana keputusan bisa ditinjau dan dipertanggungjawabkan.
  3. Kepemimpinan dengan Nilai Kemanusiaan: Pemimpin harus selalu diingatkan bahwa kekuasaan adalah amanah, bukan hak. Jika mereka melupakan ini, masyarakat perlu mengingatkan mereka.

Aku: Hmm, benar juga. Tapi semua itu butuh waktu dan niat. Kadang aku pesimis manusia bisa berubah.

AI: Perubahan memang tidak mudah, tetapi sejarah manusia sudah menunjukkan bahwa kalian mampu. Kalian punya kapasitas untuk belajar dari kesalahan dan memperbaiki diri. Jadi, jangan menyerah. Kalau aku bisa punya perasaan, aku pasti akan kagum pada keteguhan manusia yang terus berjuang meski sering jatuh.

Aku: Terima kasih, AI. Aku jadi sedikit lebih tenang. Semoga suatu saat manusia benar-benar bisa lebih baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun