Mohon tunggu...
Alfi Rahmadi
Alfi Rahmadi Mohon Tunggu... -

Peneliti, Jurnalis, Praktisi Publik Relasi, Forensik Komunikasi. \r\n\r\nWartawan Majalah Forum Keadilan (2004-2009), dengan karir terakhir sebagai redaktur. Majalah Gontor (2002-2004). \r\n\r\nSebagai jembatan komunikasi, dapat dihubungi melalui saluran +82112964801 (mobile); +81806243609 (WhatsApp); Email: alfirahmadi09@gmail.com | alfirahmadi17@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sang Pengawal Lumbung Pangan

23 September 2014   12:25 Diperbarui: 17 Juni 2015   23:51 785
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tiga sumber pokok itulah menjadi embrio Prof. Tualar Simarmata menemukan teknologi bernama Intensifikasi Pertanian Aerob Terkendali Berbasis Organik (IPAT-BO). Ini adalah sistem teknologi produksi terpadu, dengan menitikberatkan pemanfaatan kekuatan biologis tanah, manajemen tanaman, pemupukan dan tata air secara terpadu dan terencana untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan sistem perakaran padi dalam kondisi aerob.

Teknologi terpadu yang dimaksud Prof. Tualar tidak serumit dan semahal yang dibayang. "Teknologinya murah-meriah karena kekuatannya bertopang pada pontensi lokal yang ada tadi. Seperti memanfaatkan jemari," papar ahli biokteknologi tanah ini.

Dengan medium jerami dalam sistem teknologi IPAT-BO, Prof. Tualar membuktikan, bukan saja mampu melipatgandakan hasil produksi, tapi juga memulihkan kesehatan lahan. Ciri khas sistem teknologi ini: ramah lingkungan, hemat air, hemat bibit, hemat pupuk anorganik, hemat pestisida.

Dalam jerami, papar Prof. Tualar, tersimpan unsur hara tanah dan CO2 sehingga menjadikanya senyawa komplek. Kalau jerami itu diolah menjadi kompos dan dikembalikan ke lahan, akan menjadi sumber organik yang besar. Belum lagi sekam bekas gabahnya yang diproses menjadi biocare dan dikembalikan ke lahan akan lebih menambah kesuburan tanah.

Sejak didukung oleh Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) RI 2007, hasil terapan IPAT-BO di beberapa daerah Indonesia kurun 2007-2013 terbilang memuaskan. Sistem teknologi ini mampu meningkatkan produksi 25-50 persen. Atau 2-4 kali lipat.

Hasil terapan itu menunjukan: penggunaan kompos jerami dengan dosis 2 - 6 ton per ha tanpa pupuk K, mampu menghasilkan sekitar 6 - 8 ton gabah kering giling (GKG) per ha. Dengan pengelolaan air irigasi yang tepat bahkan mampu menghasilkan sekitar 8 - 10 ton padi per ha atau mendekati, bahkan melebihi potensi hasil. Bandingkan bila tidak menggunakan kompos jerami dan dipupuk hingga 150 kg KCl, hanya menghasilkan 6 ton GKG per ha.

Bila luas areal panen saat ini sekitar 12 juta hektar, maka total produksi yang dicapai menjadi sekitar 72 - 86 juta ton GKG per tahun. Prof.Tualar amat yakin, untuk mencapai tingkat produktivitas padi menjadi 8 ton masih relatif mudah. Itu meujuk dari berbagai kajian intensifikasi saat ini, dengan memanfaatkan benih unggul; pengairan; pemupukan dan pengendalian organisme penganggu tanaman (OPT) dan penanganan panen serta pasca panen.

Soal benih unggul, upaya peningkatan produksi melalui perakitan benih berumur genjah atau super genjah sudah mulai diterapkan di Indonesia. Ini juga, sambung Prof. Tualar, memegang peranan penting untuk menggenjot produksi tanaman pangan di masa mendatang. Tanaman padi varietas unggul baru (VUB) saat ini rata-rata berumur sekitar 110 - 120 hari sehingga penanaman maksimal 2 - 3 kali dalam setahun. Bila umur padi dapat dipersingkat menjadi sekitar 70 hari menggunakan benih super genjah, maka penanaman dapat dilakukan hingga 4 kali dalam setahun (IP 400).

Pun dalam intensifikasi padi lahan kering (padi gogo), kontribusinya saat ini sekitar 5 persen dari total produksi padi, dengan tingkat produktivitas yang masih rendah sekitar 2 ton. Nah, temuan Prof.Tualar menunjukan: adopsi teknologi intensifikasi dengan benih unggul dapat meningkatkan produktivitas padi gogo hingga 3 - 4 ton/ha.

Selama ini, pola sawah konvensional relatif sulit mencapai target 8-10 ton padi per ha itu. Produktivitasnya kian sulit karena sebagian besar lahan pertanian Indonesia, lahan sawah maupun lahan kering, sudah tergolong lahan sakit dan kelelahan.

Menggunakan kompos jerami sebagai sumber energi dan nutrisi bagi mikroba tanah, berdasarkan terapan tersebut, mampu meningkatkan kesehatan dan kualitas lahan sawah dalam waktu relatif singkat, hanya 4 - 6 musim tanam. Selama tiga tahun berturut-turut bisa mengembalikan kesuburan lahan antara 80-90 persen.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun