Bagi saya pribadi hal itu sangat disayangkan, karena sekali lagi politik tidak lah selalu hitam putih. Generasi tua perlu memberi gambaran sebenarnya agar generasi berikut dapat memahami segalanya. Satu titik keputusan politik orang zaman dahulu tidak lah lepas dari konteks zamannya. Kita tidak bisa menghakimi dengan cara pandang kita saat ini. Di sinilah ruang perdebatan dan pembelajaran akan menjadi ranah yang bisa didiskusikan oleh generasi muda. Jika soal terserapnya suatu gelar tradisional dalam sistem kolonialisme masa lalu yang jadi persoalan, bukankah gelar-gelar bangsawan tinggi seperti Pangeran dan Gusti juga banyak yang terserap ke sana? Faktanya tidak semua keluarga Keraton Banjar menentang dan berjuang melawan Belanda seperti Pangeran Antasari dan keturunannya. Namun demikian, toh gelar-gelar Pangeran, Gusti, Antung, tetap lestari dan disandang penuh kebanggaan oleh pemiliknya.
Andin Rama dan Anang Galuh merupakah sebuah bukti dari para keturunan pengislam di tanah Banjar. Peran mereka mewarnai sejarah masyarakat Banjar, sejarah kita, yang patut kita pelajari baik buruknya. Sebab, tanpa kita sadari, sedikit atau banyak ada kemungkinan darah mereka mengalir didalam darah kita, dan Islam yang telah dibawa nenek moyang mereka telah menjadi agama kita.
Â
tulisan ini juga di publish di : alfigenk.wordpress.com pada tanggal 11 februari 2016