Mohon tunggu...
Andin Alfigenk AnsyarullahNaim
Andin Alfigenk AnsyarullahNaim Mohon Tunggu... Administrasi - biasa saja

orang biasa saja, biasa saja,,,

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Melacak Jejak Andin Rama dalam Sejarah Banjar

11 Februari 2016   11:32 Diperbarui: 11 Februari 2016   11:46 853
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dakwah Islam dan birokrat selama masa kesultanan

Sudah tentu dakwah Islam adalah hal utama. Kontrak politik antara Pangeran Samudera dan pihak Kesultanan Demak di Jawa telah disepakati di awal mula. Maka setelah memberikan kemenangan Pangeran Samudera dalam merebut kekuasaan dilanjutkan dengan kehadiran para pengislam yang merambah keseluruh wilayah kekuasaan Kerajaan Banjar yang begitu luas di pulau Kalimantan.

Seperti pengalaman mereka pasca runtuhnya Kerajaan Majapahit di Pulau Jawa maka metode dakwah yang dilakukan di Kerajaan Banjar dapat diduga tidaklah akan banyak berbeda.
Saya percaya jaringan ulama antara Pulau Kalimantan dan Pulau Jawa di mulai disini. Kita tidak perlu meragukan bahwa para pengislam ini merupakan orang-orang terdidik dan berwawasan luas dan penuh pengalaman.

Selain menjadi ulama, keturunan ini juga meniti karir sebagai birokrat yang mencapai puncaknya pada akhir abad ke 18.

Beberapa catatan resmi mendomentasikan tentang beberapa keturunan pengislam ini memiliki jabatan birokrat di akhir abad ke 18 dan awal abad ke 19. Sebut saja ada seorang Tumenggung yang Pernah menjadi seorang mantri Sikap Sultan di Martapura, dan keturunannya yang bernama Kiai Martapati yang menjadi penguasa Watas Labuan Amas. Kita juga mengenal baik Kiai Dipasanta yang keturunannya menjadi ulama terkenal di Martapura dan Tembilahan di Provinsi Riau.

Gelar Kiai di tanah Banjar berbeda dengan Kiai dipulau Jawa. Kiai di Kerajaan Banjar merupakan gelar birokrat. Kekuasaan terendah seorang kiai membawahi beberapa orang pembakal atau kepala kampung, tapi nasib bisa membawa mereka mempunyai pangkat lebih tinggi misal menjadi seorang tumenggung yang membawahi beberapa Kiai atau malah seorang adipati yang membawai beberapa Tumenggung. Dalam sistem feodal hirarki kekuasaan diturunkan berdasarkan pertalian darah yang ketat untuk memelihara kekuasaan keluarga. Bisa dipastikan akan sulit atau mustahil seseorang diluar jalur keluarga ini bisa menjadi seorang Kiai atau jabatan birokrat penting lainnya.

Gelar tambahan yang didapat karena sebuah jabatan juga merupakan sebuah kelaziman pada saat itu. Seseorang yang mendapatkan sebuah jabatan maka juga akan diberikan gelar seperti misal Kiai Martapati atau Kiai Dipasanta diatas bisa dinyakini adalah nama gelar belaka. Gelar tersebut terdengar sangat mirip dengan nama-nama atau gelar-gelar Jawa Mataram. Hal ini tidaklah juga mengherankan mengingat interaksi kita dengan pulau Jawa yang intens dan sangat mempengaruhi daerah Banjar. Hal lain yang mungkin bisa di perkirakan adalah masih berpengaruhnya bahasa Sansekerta seperti sebelum Islam datang.

Mungkin dari sekian banyak tokoh keturunan Anang-Aluh dalam sejarah banjar tidak ada yang seterkenal Raja Banua Lima Kiai Adipati Danureja yang bernama asli Anang Zainal Abidin. Ia merupakan salah satu tokoh penting dimasa-masa akhir Kesultanan Banjar. Kekuasaannya begitu besar dan kuat, karena daerah banua lima adalah daerah tradisional kesultanan dengan penduduk paling banyak. Ketika kesultanan di Martapura hanya dibolehkan belanda memiliki 60 orang pengawal, maka para pengawal itu diambil dari daerah ini secara bergiliran tiap beberapa bulan sekali. Kiai Adipati Danureja pun pernah sesumbar mampu menyediakan pasukan ribuan orang, sesuatu yang sulit diwujudkan oleh sultan sendiri di ibukota martapura.

Banua lima yang dimaksud disini berbeda dengan Banua lima modern saat ini, kerajaan banua lima meliputi beberapa banua/lawangan seperti Kalua, Kuripan (Amuntai), Sungai banar, Negara Daha, dan Alabio. Peninggalan yang masih bisa kita temukan di Amuntai adalah mesjid Sungai Banar sebagai bukti keberadaan Banua Sungai Banar yang Hilang. Juga nama Kampung seperti Kota Raja dan Kota Raden sebagai bekas tempat tinggal dan pusat pemerintahan Raden Adipati Danuraja. Kiai Adipati Danureja menambahkan gelar Raden ketika dia dipilih kembali kembali menjadi Regent Banua Lima setelah kesultanan dihapuskan Sepihak Oleh Belanda.

Menyusutnya wilayah kesultanan banjar akibat perang saudara dan balas jasa kepada Belanda merupakan salah satu sebab dimana wilayah Hulu Sungai menjadi harapan satu-satunya oleh sultan di Martapura sebagai wilayah agung tradisional yang tidak mungkin dilepaskan kepada Belanda. Sultan di martapura praktis hanya bertumpu kepada wilayah Hulu Sungai saja. Mau tidak mau akhirnya sultan harus berkompromi dan mendekatkan diri secara politik kepada para pemimpin di Hulu Sungai. Pada saat itu para Andin-Rama dan Anang-Aluhlah yang menjadi pemimpin daerah tersebut.

Pernikahan Sultan Sulaiman dengan salah satu putri Kiai Adipati Singasari yang bernama nyai Ratna dapat dikatakan sebagai pernikahan politik. Sultan Adam sebagai anak tertua Sultan Sulaiman lahir dari rahim Nyai Ratna. Selanjutnya menjadi tradisi dimana para bangsawan penting di Martapura selalu mengambil istri dari keluarga Anang-Aluh di Banua Lima. Sultan Adam juga menjadikan anak cucu orang sepuluh sebagai salah satu istrinya yaitu Nyai Ratu Komalasari yang merupakan bibi dari Danureja, penguasa Banua Lima menggantikan kakeknya, Kiai Adipati Singasari (ayah dari ibunya).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun