Mohon tunggu...
Alfian Widi Santoso
Alfian Widi Santoso Mohon Tunggu... Mahasiswa - Widii

Alfian Widi Santoso Widii FB: Alfian Widi Santoso IG: under.absurdity

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sepeda Baru Alina

1 Februari 2021   20:27 Diperbarui: 1 Februari 2021   20:40 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Ayahhh... Alina boleh tidak untuk dibelikan sepeda? Alina pingin seperti temanku yah, agar juga Alina bisa tidak letih lagi untuk pergi ke sekolah, Alina mau sepeda apa saja deh" ucap Alina pada ayahnya yang pulang dari pasar.

"Boleh sekali anakku Alina, tapi kamu harus rajin belajar ya, biar nanti kamu bisa memiliki pabrik sepeda" kata sang ayah yang masih membereskan barang dagangan yang tertaruh di sepedanya yang terparkir di teras.

"Yeaayy... Habis ini Alina bisa seperti teman-teman Alina,," ucapnya dengan gembira mendengar janji ayahnya yang begitu menakjubkan, wajahnya tiba-tiba saja terpancar Bahagia seperti mentari pagi, sorot matanya seperti Mutiara, dan hal tersebut sangat wajar bagi anak yang masih kelas 1 SD, Alina harus selalu merasa bahagia selalu, tak  harus merasakan beban yang ada.

"Kau dengar itu sayang, kita akan naik sepeda bersama nanti, iya benar nanti kita bersepeda di depan rumah, kamu pasti suka" ucap Alina pada bonekanya yang diambil ayahnya di pasar bekas dan Alina menganggukkan kepala bonekanya seolah-olah boneka itu mengiyakan impian si kecil Alina, Alina pun pergi ke teman-temannya yang saat itu berkumpul di depan gang sempit ala perumahan kumuh metropolitan.

Tiba-tiba saja sang ibu menarik tangan ayah Alina ke dalam rumah dengan wajah kusam sehabis dari  pasar dan bercampur dengan raut muka marah membara, memang seakan terlihat aneh namun akan ada amarah besar  di keluarga ini "Kita itu sedang kesusahan mas, kenapa harus menuruti hal-hal yang tidak diperlukan? anak itu sesekali jangan dituruti"

"Tapi kan anak kita belum dapat hadiah apapun dari kita sejak dia kecil, sesekali lah kita menuruti kemauan dia"  ucap sang ayah yang tetap sabar tanpa ada amarah

"Tapi mas..." ucap si ibu dengan nada tinggi, hingga tetangga di  samping rumah mendengarnya

"Alina adalah anak kita satu-satunya!!!" 

"Alina saat ini telah menanggung beban ejekan yang sangat besar dari teman-temannya dik, aku tidak mau kebahagiaan anak kita direnggut oleh ekonomi pas-pasan keluarga kita"  tambah sang ayah dan mencoba untuk memeluk sang ibu

"Anak kita tidak akan merasa menanggung beban itu mas, aku yang melahirkannya, bukan kau!!! Akulah yang tau bagaimana hidupnya" si ibu menolak untuk dipeluk, dan mengeluarkan sekuat tenaganya untuk mengeluarkan amarahnya.

"Kau tidak tahu apa-apa dik!!! kau tidak tahu pikiran anak kita Alina, tiap malam kau tak pernah pulang, kau selalu menyimpang jika Alina ingin tidur denganmu, kau tidak lebih hanya ibu Jahannam yang tak mau mendengarkan cerita anaknya!!! Aku tidak ingin kau mendurhakai anakmu, dan nantinya jika saja si Alina sudah besar, aku tidak mau Alina menjadi durhaka sebab masa kecilnya telah direnggut olehmu"

"Aku adalah wanita yang ingin bebas mas!!! Wanita yang paginya telah bergelut dengan kehidupan, dan aku hanya mencoba menghirup udara malam lalu melanjutkan bekerja, tidak seperti kau mas!!! Kau sibuk memanjakan Alina dengan janji-janjimu, aku bekerja pagi dan malam juga untuk Alina... Aku pergi!"

"Kau mau kemana dik?"

"Aku hanya ingin menghirup udara segar, disini sangat pengap dengan sengsara"

si ibu segera  mengambil baju dan mandi, lalu pergi begitu saja tanpa mengucap salam dan menutup pintunya dengan keras. Alina yang mengetahui ibunya pergi dengan rias  muka yang cantik seperti biasanya ia keluar malam dari depan gang deretan rumah itu, ia langsung bergegas pulang. Ia menemukan ayahnya yang termenung terdiam di kamarnya, lalu Alina pun mencoba naik juga ke Kasur, dan bertanya pada ayahnya.

"Ayah, ada apa dengan ibu?"

"Ayah??"

"Ah kamu Alina, ada apa sayangku? Kenapa kamu pulang? Sekarang kan masih jam 2, ngajinya kan masih jam 4, apa kamu dijahili teman-temanmu?" ucap ayah dengan datar ditambah lagi tatapan matanya kosong

"Ayah... Kenapa ibu pergi tak menyapa Alina? dan mengapa ibu pergi?"

"..."

Percakapan yang sangat datar untuk kali ini bagi Alina. Alina baru kali ini merasa sangat hampa saat berbicara dengan ayahnya seolah-olah itu bukan ayahnya. Alina menggoyang-goyangkan tubuh ayahnya  yang terlihat linglung dan ayahnya tetap datar, namun pada saat itu juga ayah Alina mencoba menatap si Alina yang terlihat kebingungan dan sang ayah tak berselang lama sadar.

"Ahh Anakku, ternyata kamu disini, maaf ya ini tadi ayah bermain dengan kelinci-kelinci taman Eden yang telah ayah ceritakan kemarin malam, si kelinci sangat senang sekali kalau dia bermain denganmu Alina. Kata si raja kelinci ini tadi, ceritanya tidak akan lanjut jika anakku yang imut ini tidak dibelikan sepeda baru. Alina mau sepeda baru kan?" ucap sang ayah yang mencoba mengembalikan suasana ceria seperti biasanya

"Apa benar raja kelinci berbicara seperti itu? Kalau begitu Alina mau sekaliiii ayahhh!!! tapi bagaimana dengan ibu?"

"Ibu hanya ingin bertemu dengan raja kelinci itu, sudahlah lupakan ibu. Sebelum membeli sepeda, cium pipi ayah dahulu"

"Muah..."

"Okay... Ayo habis ini kita bergegas memilih dan membeli sepeda"

"Sekarang yahh?"

"Kamu mau tidak cerita Raja Kelinci berlanjut nanti malam?"

"Mau dong yah..."

"Yasudah ayo cepat mandi..."

"Ay Ay Kapten"

Akhirnya, Alina mandi dan bergantian dengan ayahnya untuk mandi dan bergegas, Alina saat itu disuruh untuk berada di teras terlebih dahulu, dan sang ayah menyusul.

Ayah Alina saat itu mencari-cari uang simpanannya, sebab ia sudah kehabisan uang, namun sang Ayah mencoba menenangkan Alina, bahwa si  Ayah masih mencari ikat pinggang sekaligus kunci sepeda motornya. Akhirnya sang Ayah mengambil uang 500 ribu dari uang simpanannya di lemari dan langsung bergegas keluar menemui Alina, tak lupa juga untuk menutup pintu dan menguncinya, walaupun di rumah tidak ada benda berharga, sebab benda-bendanya telah dijual oleh ibu Alina dengan berbagai alasan.

Alina yang sudah ada di teras dan nampak cantik, akhirnya digendong ayahnya untuk menaiki sepeda Supra X 100 peninggalan dari kakek Alina yang telah meninggal saat Alina masih berumur 1 bulan. Ayahnya memakai helm yang sudah jelek dan layak dibuang dan Alina sudah ada di posisinya---depan ayahnya alias bonceng di depan.

Ayah dan anak itu membuat para tetangga kebingungan, ada apa dengan mereka? Dan mau kemana mereka?. Ayah dan Anak itu hanya menjawab semua pertanyaan tetangga dengan senyuman tanpa beban layaknya orang kaya yang bisa nyengir tiap harinya, dan tak pernah masuk lukisan orang-orang miskin pinggir kota.

Setelah sampai di toko sepeda, wajah Alina sangat sumringah sekali daripada saat dibonceng tadi, seakan-akan Alina sudah menemui raja kelinci dan ingin berbicara banyak dengan dia. Alina pun loncat dari boncengan ayahnya, dan wajah sang ayah hanya cengengesan heran dan memakluminya.

"Ayah!!! Alina ingin yang ini!!" Alina menunjuk salah satu sepeda sambil loncat kecil-kecilan

"Aduh Alina, kamu itu. Hahahahahahaha... boleh.."

"Mas mas... harganya berapa ini?" Tambah sang Ayah sambal menunjuk sepeda yang telah ditunjuk Alina

"Harganya cuma 400 ribu saja pak, soalnya sepeda ini yang terbaru pak"

"Apa tidak bisa kurang mas? 300?"

"350 paling mentok pak"

"350 ribu nak, mana uangmu?" tanya Ayah Alina ke Alina.

"Emmm bentar yah..."

Alina merogoh semua saku yang ada pada baju dan celananya, dan hanya ditemukan uang recehan sebanyak dua ribu saja, lalu ia serahkan pada ayahnya.

"Hahahahaha... bercanda anakku, simpan saja itu buat beli permen nanti"

"Ih ayahhh jahilin Alina"

"Yasudah mas saya beli ini... 350rb ya" sambil menyerahkan uangnya 400 ribu

"Baik pak terima kasih, sebentar saya buatkan nota dan saya ambilkan kembaliannya, oh ya atas nama siapa pak?"

"Mansur saja pak"

"Emm tolong sepeda itu naikkan ke sepeda bapaknya" tambah sang pemilik toko

"Gimana perasaanmu nak?"sambil menengok kebawah melihat Alina

"Senang sekali dong yah, nanti Alina akan coba membonceng tuan beruang"

"Uwiii.. bagaimana dengan raja Kelinci?"

"Dia nanti saja yah! Nanti aku iming-iming dia!"

"Ini pak nota dan kembaliannya. Terima kasih Kembali" ucap sang pemilik toko sepeda

"Makasih banget Ayah"

"Yasudah nak, habis ini kamu belajar yang pintar ya, biar nanti Alina bisa membuat rumah impian Alina sendiri, setelah itu kamu bisa menolong ayah dan siapa saja nantinya ya" Sang ayah jongkok dan memegang Pundak Alina dan tangan satunya mengelus rambutnya.

Alina hanya meringis dan tiba-tiba saja mencium pipi ayahnya dengan penuh kelembutannya.

"Ayah ayo cepat pulang, Alina ingin mencoba sepedanya"

"Okay"

Akhirnya sang ayah mengangkat Alina di boncengan depan dan sepeda sudah terpasang di belakang sepeda motor Supra X 100 warisan tersebut. Tak berselang lama saat perjalanan, Ayah bertanya pada Alina,

"Alina kamu nanti cita-citanya mau jadi apa?"

"Alina ingin jadi dokter yah"

"Bagus sekali nak, aku benar-benar bangga padamu" sambil melihat kepala dan mengelus kepala Alina

Dalam hati sang ayah berisi:

"Alina anakku, tetaplah Bahagia, jangan pernah berhenti, hidup hanya dihentikan oleh Takdir Tuhan dan saat hidup buatlah dirimu selalu Bahagia ya nak. Alina adalah  nama paling ceria yang pernah kudengar"

"Ayahhhhhhh!!!! Awas ada bis di depan Ayahhhhhhhhhh.... Ayaahhhhh!!!!!!!!!!"

"Kamu harus bahagia nak" lamun sang ayah yang setelah itu disusul kesadarannya.

Saat itu Ayah Alina sudah tidak bisa mengelak dari bis tersebut dan terjadilah kecelakaan hebat kala itu. Sebab Sepeda Supranya langsung bertatapan dengan bis dan bisnya saat itu melaju kencang sebab itu bis patas arah ke Surabaya. Hari itu sangat mengenaskan.

Akhirnya mereka berdua, Supra X 100 warisan kakek Alina dan sepeda baru Alina tidak terselamatkan. Kala itu sang ayah meninggal dengan tubuh yang bertebaran, wajahnya tetap tersenyum dan Alina sudah tidak berbentuk lagi. Supra X 100 peninggalan kakek Alina tinggal kerangkanya dan sepeda baru  Alina sudah penyok semua.

Rumahnya hari ini sudah tidak ada penghuninya, sebab di hari itulah Ibu Alina meninggalkan mereka berdua selamanya dan berpaling dengan kepala desa yang sudah beristri dua. Rumah itu ditinggalkan sebab mereka adalah pendatang dari desa dan keluarga besarnya tidak tahu bahwa Mansur dan anaknya sudah tiada selamanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun