"Aku adalah wanita yang ingin bebas mas!!! Wanita yang paginya telah bergelut dengan kehidupan, dan aku hanya mencoba menghirup udara malam lalu melanjutkan bekerja, tidak seperti kau mas!!! Kau sibuk memanjakan Alina dengan janji-janjimu, aku bekerja pagi dan malam juga untuk Alina... Aku pergi!"
"Kau mau kemana dik?"
"Aku hanya ingin menghirup udara segar, disini sangat pengap dengan sengsara"
si ibu segera  mengambil baju dan mandi, lalu pergi begitu saja tanpa mengucap salam dan menutup pintunya dengan keras. Alina yang mengetahui ibunya pergi dengan rias  muka yang cantik seperti biasanya ia keluar malam dari depan gang deretan rumah itu, ia langsung bergegas pulang. Ia menemukan ayahnya yang termenung terdiam di kamarnya, lalu Alina pun mencoba naik juga ke Kasur, dan bertanya pada ayahnya.
"Ayah, ada apa dengan ibu?"
"Ayah??"
"Ah kamu Alina, ada apa sayangku? Kenapa kamu pulang? Sekarang kan masih jam 2, ngajinya kan masih jam 4, apa kamu dijahili teman-temanmu?" ucap ayah dengan datar ditambah lagi tatapan matanya kosong
"Ayah... Kenapa ibu pergi tak menyapa Alina? dan mengapa ibu pergi?"
"..."
Percakapan yang sangat datar untuk kali ini bagi Alina. Alina baru kali ini merasa sangat hampa saat berbicara dengan ayahnya seolah-olah itu bukan ayahnya. Alina menggoyang-goyangkan tubuh ayahnya  yang terlihat linglung dan ayahnya tetap datar, namun pada saat itu juga ayah Alina mencoba menatap si Alina yang terlihat kebingungan dan sang ayah tak berselang lama sadar.
"Ahh Anakku, ternyata kamu disini, maaf ya ini tadi ayah bermain dengan kelinci-kelinci taman Eden yang telah ayah ceritakan kemarin malam, si kelinci sangat senang sekali kalau dia bermain denganmu Alina. Kata si raja kelinci ini tadi, ceritanya tidak akan lanjut jika anakku yang imut ini tidak dibelikan sepeda baru. Alina mau sepeda baru kan?" ucap sang ayah yang mencoba mengembalikan suasana ceria seperti biasanya