"Tentu saja kau tahu. Kau kira aku tidak sadar ? Dengan perkataanmu 'aku yakin kau bahagia sekarang disana. Karena tujuanmu sudah terpenuhi dengan adanya penerus setelah dirimu.' Dengan ambisimu untuk menguasai kelompokku ? tidak akan pernah bisa, An. Sekali saja, kau takkan pernah bisa melakukannya. Kami bukan boneka dan kami bukan pengecut yang memilih untuk mengorbankan orang lain demi kesenangannya sendiri !!!"
Ia tidak mampu berkutik lagi. Kebencian yang sudah kusimpan lama berubah menjadi sebuah amarah yang tidak dapat diukur. Ia melirik kearahku, menatapku seperti sebuah kengerian yang tidak dapat dibayangkan.
"Aku tahu hal ini. Aku tahu bahwa aku mengingkarinya. Sampai ternyata aku pun masih tidak mengira bahwa kau akan muncul kemarin."
Tiba-tiba ia terkekeh pelan.
"Tapi, hal kecil itu yang membuatku bisa melakukan manipulasi seperti saat ini." Ia menarik napas. "Apakah kau yakin dengan menangkapku, kau bisa mengalahkanku ? Kau tidak tahu bah- AAKKHH !!"
Aku melesat ke arahnya dan menusuk perutnya hiingga menembus kasur. Ia menatapku dengan perasaan terkejut, tidak menyangka bahwa aku akan melakukan hal ini. Tetapi, tiba-tiba ia tersenyum sinis. Aku hanya menatapnya dengan tatapan kosong.
"Memang benar, aku tidak akan menyangka hal ini. Jika kau berlalu bersama waktu, ia memang akan memanipulasi tempat disekitarnya. Tapi, jika kau ingin sesuatu yang berharga milikmu kembali, jangan pernah dimanipulasi oleh waktu. Meskipun itu hanya sedetik saja." Katanya dengan tatapan penuh teka-teki.
Ia pun mati karena pendarahan pada tubuhnya yang terkena tusukan pedangku. Aku mengelap pedangku yang telah kucabut dari tubuhnya dan meminta dua orang pasukanku agar melakukan kremasi dan menaburkan abunya di laut.
Jenderal Pan tiba-tiba datang ke ruanganku dan memberikan sepucuk surat berbau darah. Instingku merasakan ada bahaya yang mengintai. Aku menyuruh Jenderal Pan menunggu ditempat. Aku membuka surat tersebut dan mengernyitkan dahi. Tidak ada tulisan apapun di selembar kertas tersebut kecuali setetes darah yang baunya sangat familiar denganku.
"Siapa yang memberimu surat ini, Jenderal ?" Tanyaku.
"Aku juga tidak tahu hal itu, Ne. Para penjaga gerbang mengatakan bahwa ada seseorang memakai jubah dan penutup kepala yang terlihat ingin menyerang mereka. Tetapi, ia hanya melemparkan bom asap dan meninggalkan surat itu tanpa menyerang sedikit pun. Lalu, ia pun menghilang dari pandangan. Bahkan, kami telah menyusuri jalanan hingga radius 50 KM beserta desa-desa kecil yang masuk dalam radius tersebut, ia tetap tidak dapat kami temukan." Jelasnya.