Bab 6 -- Strategi Jitu
"Tidak bisakah kalian tenang sedikit di situasi seperti ini ?!" Â Bentak dengan suara lirih, seorang perempuan yang sedang bersembunyi di sebuah rumah aman.
"Kau sendiri pun marah-marah. Hei ! Ada yang menggedor pintu depan... Bagaimana ini ?" Jawab seorang bocah laki-laki, yang sepertinya adalah adiknya, bersamaan dengan suara gedoran pintu depan rumahnya.
"Entahlah. Kita sepertinya harus segera bersembunyi di tempat darurat yang telah kita siapkan waktu itu. Sebaiknya kita tidak melupakan latar perlindungan kita. Ayo cepat !"
BOOM !!
Sebuah bom meledakkan pintu rumah dua bersaudara tadi. Selusin pasukan khusus yang membawa persenjataan lengkap langsung menyerbu dan menyisir seluruh ruangan di dalam rumah.
"Tim X masuk !"
"Tim X diterima ! Tidak ada tanda-tanda seseorang tinggal disini ! Ganti !"
"Periksa ulang ! Tetap berhati-hati !"
"Baik ! Perintah diterima !"
Tim X yang berada di lantai 2, menyisir kembali setiap ruangan dan sudut-sudut tersembunyi. Lalu, Tim Y yang berada di lantai 1 melihat sebuah pintu basemen yang terkunci dan tertutupi dengan kain layar berwarna senada dengan tembok rumah. Tanpa basa-basi, ketua tim tersebut menyuruh dua orang terdekat dengan pintu untuk mendobraknya.
"Tim Y ganti !"
"Ada apa ?"
"Kau mungkin tidak akan percaya dengan apa yang telah kutemukan diatas sini, jika kau tidak melihatnya dengan mata kepalamu sendiri !"
"Baiklah. Aku akan kesana. Ganti."
Ketua tim tersebut memberi kode agar salah satu dari mereka mengikutinya, sedangkan yang lain menunggu di depan pintu basemen. Sebuah kejadian mengerikan yang tidak mereka sadari pun terjadi. Dua pasukan yang turun ke basemen itu, tiba-tiba berteriak kencang. Sisa pasukan Tim Y yang berjaga di depan pintu pun terkejut mendengar suaranya. Salah satu dari mereka yang turun ke basemen itu berlari keluar dari sana dengan napas yang terengah-engah. Di bahunya terdapat bekas luka terkoyak hingga terlihat tulang lengan atasnya.
"Tu...tup... pin...tu... itu... cepat !!!"
Katanya dengan terbata-bata. Temannya yang mengetahui ada hal yang tidak beres, segera mengunci kembali pintu basemen dan menyeka pendarahan lengan temannya.
"Dia... telah... mati... Kalian... har...rus cepat... membunuh...ku seka...rang juga !"
Tiba-tiba pasukan yang terluka itu memejamkan matanya dan berhenti bernapas. Salah satu dari pasukan yang berjaga itu mengecek denyut nadinya. Ia menggelengkan kepala kepada rekan-rekannya.
AARRGGHH !!
Pasukan yang mati tadi, tiba-tiba berteriak dan berusaha menggigit salah satu pasukan yang didekatnya. Tetapi, ia berhasil ditahan dan tubuhnya diikat ke salah satu tiang rumah tersebut. Mereka semua tampak pias melihat temannya yang berubah wujud.
DOR ! DOR ! DOR !
Sang ketua menembakkan tiga peluru revolver tepat di dahi pasukannya yang berubah wujud. Tim X telah turun ke lantai dasar, bergabung dengan Tim Y.
"Jika salah satu dari kalian telah tergigit ataupun perlahan akan berubah, hanya satu cara yang bisa kita lakukan, menghancurkan otaknya." Ia mengisi peluru revolvernya. "Sayangnya, kita tidak punya waktu untuk hal ini. Dua pasukan dari tim kita telah gugur. Kita harus membakar rumah ini sesegera mungkin."
"Uhuk !"
Ketua tim pun berbalik badan dan menodongkan revolvernya ke salah seorang dari mereka yang terbatuk hingga jatuh. Ternyata dia telah tergigit saat zombie pertama itu berusaha menggigitnya.
"Tidak kusangka zombie itu berhasil menggigitnya tepat di lengan atas. Maafkan aku, pasukanku. Aku tidak pernah sedikit pun berniat untuk membunuh kalian satu persatu."
DOR ! DOR ! DOR !
Kita harus segera membakar rumah ini dan menjauh dari sini !"
Setelah sepuluh menit mereka menyirami seluruh bagian rumah dengan minyak tanah, mereka pun mengambil beberapa vas bunga di ruangan itu dan mengisinya dengan minyak tanah.
"Beristirahatlah dengan tenang, kalian semua." Ucap ketua tim, lalu melemparkan vas bunga itu ke basemen melalui celah jendela pada pintu.
Mereka semua bergegas keluar dan mengambil senjata penyembur api masing-masing. Dengan aba-aba ketua tim, seluruh pasukan menyemburkannya secara bersamaan dan api pun dengan cepat melahap setiap jengkal benda-benda yang telah dilapisi oleh minyak tanah. Lalu, menyambar benda-benda yang mudah terbakar. Tetapi saat mereka telah berhasil membakarnya, tiba-tiba ada empat granat yang dilemparkan ke arah mereka. Ketua tim mengetahui hal itu, tapi ia sendiri tidak berkutik untuk menghindarinya.
BOOM !! BOOM !!
Alhasil, tubuh mereka meledak tanpa ada satu pun yang selamat. Karena setiap dari mereka membawa alat penyembur api. Misi mereka untuk menangkap dua bersaudara itu pun gagal. Hingga kini, misi itu tercatat sebagai misi yang menjadi misteri dan teka-teki tak terpecahkan. Dengan catatan, kegagalan tim tersebut menangkap target. Kemudian, satu kelompok terbunuh tanpa diketahui siapa pelakunya dan apa yang sebenarnya menjadi motif pembunuhan pasukan tersebut.
OoOoOoO
BIIPP !!
"Bagaimana kabarmu, An ?" Tanyaku kepada Feng Anumerta. "Wah, kau hebat sekali bisa bertahan dari ranjau api yang kau injak kemarin."
"Bagaimana mungkin kau bi-"
"Tentu saja aku bisa. Kau kira, hanya dirimu dan Snake yang bisa memiliki kemampuan itu ? Dunia ini begitu luas, An. Kau perlu membuka cakrawala hidupmu seluas-luasnya. Kau tidak bisa mendapatkan semua kemampuan itu tanpa pergerakan bukan ?"
"Siapa sebenarnya dirimu, Em ? Tidak kusangka kau ternyata masih hidup setelah kejadian setahun yang lalu." Katanya dengan menatap tajam ke arahku.
Aku pun tertawa mendengar pertanyaan yang dilontarkannya.
"Kau tidak berhak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi satu tahun yang lalu. Kau tahu, kejadian itu selalu terngiang di kepalaku. Melihat betapa terpukulnya Sarah atas kepergianku." Aku berjalan menuju ujung ruangan menatap hamparan kerlap-kerlip lampu di kota. "Tetapi, apakah kau tahu apa bagian yang paling kusesalkan ? Yang sangat membuatku geram ?"
Aku berbalik lagi kearahnya, menatap tajam. Ia menelan ludah dan sedikit gemetaran.
"Tentu saja kau tahu. Kau kira aku tidak sadar ? Dengan perkataanmu 'aku yakin kau bahagia sekarang disana. Karena tujuanmu sudah terpenuhi dengan adanya penerus setelah dirimu.' Dengan ambisimu untuk menguasai kelompokku ? tidak akan pernah bisa, An. Sekali saja, kau takkan pernah bisa melakukannya. Kami bukan boneka dan kami bukan pengecut yang memilih untuk mengorbankan orang lain demi kesenangannya sendiri !!!"
Ia tidak mampu berkutik lagi. Kebencian yang sudah kusimpan lama berubah menjadi sebuah amarah yang tidak dapat diukur. Ia melirik kearahku, menatapku seperti sebuah kengerian yang tidak dapat dibayangkan.
"Aku tahu hal ini. Aku tahu bahwa aku mengingkarinya. Sampai ternyata aku pun masih tidak mengira bahwa kau akan muncul kemarin."
Tiba-tiba ia terkekeh pelan.
"Tapi, hal kecil itu yang membuatku bisa melakukan manipulasi seperti saat ini." Ia menarik napas. "Apakah kau yakin dengan menangkapku, kau bisa mengalahkanku ? Kau tidak tahu bah- AAKKHH !!"
Aku melesat ke arahnya dan menusuk perutnya hiingga menembus kasur. Ia menatapku dengan perasaan terkejut, tidak menyangka bahwa aku akan melakukan hal ini. Tetapi, tiba-tiba ia tersenyum sinis. Aku hanya menatapnya dengan tatapan kosong.
"Memang benar, aku tidak akan menyangka hal ini. Jika kau berlalu bersama waktu, ia memang akan memanipulasi tempat disekitarnya. Tapi, jika kau ingin sesuatu yang berharga milikmu kembali, jangan pernah dimanipulasi oleh waktu. Meskipun itu hanya sedetik saja." Katanya dengan tatapan penuh teka-teki.
Ia pun mati karena pendarahan pada tubuhnya yang terkena tusukan pedangku. Aku mengelap pedangku yang telah kucabut dari tubuhnya dan meminta dua orang pasukanku agar melakukan kremasi dan menaburkan abunya di laut.
Jenderal Pan tiba-tiba datang ke ruanganku dan memberikan sepucuk surat berbau darah. Instingku merasakan ada bahaya yang mengintai. Aku menyuruh Jenderal Pan menunggu ditempat. Aku membuka surat tersebut dan mengernyitkan dahi. Tidak ada tulisan apapun di selembar kertas tersebut kecuali setetes darah yang baunya sangat familiar denganku.
"Siapa yang memberimu surat ini, Jenderal ?" Tanyaku.
"Aku juga tidak tahu hal itu, Ne. Para penjaga gerbang mengatakan bahwa ada seseorang memakai jubah dan penutup kepala yang terlihat ingin menyerang mereka. Tetapi, ia hanya melemparkan bom asap dan meninggalkan surat itu tanpa menyerang sedikit pun. Lalu, ia pun menghilang dari pandangan. Bahkan, kami telah menyusuri jalanan hingga radius 50 KM beserta desa-desa kecil yang masuk dalam radius tersebut, ia tetap tidak dapat kami temukan." Jelasnya.
Aku memejamkan mata dan berpikir tentang semua kejadian yang telah berlalu selama satu tahun belakangan ini. Aku pun teringat sesuatu.
"Jenderal Pan !" Panggilku, membuatnya terkejut. "Tolong carikan dimana keberadaan Sarah saat ini !"
"Akan kulakukan dengan segera !"
Ia pun berbalik keluar dari ruanganku dan bergerak menuju Ruang Kendali Informasi, PAST. Aku melangkah ke dinding kaca di belakang kursiku dan menatap ke puncak gunung yang menembus awan dan tertutup salju abadi. Aku melihat sebuah tempat gelap di salah satu titik gunung tersebut yang seakan bergerak. Aku tersenyum kecil melihatnya.
"Tak kusangka kau berani kembali ke tempat ini, setelah aku mengasingkanmu dulu." Gumamku.
Aku kembali duduk di kursiku, menunggu kabar dari Jenderal Pan.
BIIP...BIIP...BIIP...
Sebuah pesan elektronik dari Edelstein masuk.
"Kau tidak akan menyangka ini, Ne. Aku dan timku baru saja keluar dari kota bawah tanah. Kota tersebut dikuasai oleh seseorang Bernama Feng Anumerta, orang yang kulihat bersama Sarah di gedung pertemuan kemarin. Ia memiliki mutan dengan kekuatan yang benar-benar tidak masuk akal. Yang membuatku terkejut adalah bahwa mutan itu dulunya manusia biasa yang dimanipulasi oleh Feng. Lebih dari itu, kami juga melihat pasukan manusia raksasa yang bergerak menuju satu titik di dekat gedung tempatku disekap. Aku merasakan getaran yang setara dengan gempa bumi di dunia permukaan. Semoga kau baik-baik saja. Kami sebentar lagi keluar dari tempat ini. Akan kuhubungi lagi nanti."
Aku menghela napas. Sesuai dugaanku, Feng Anumerta adalah seorang agen spesial yang berada pada lebih dari dua kelompok kuat di dunia. Jenderal Pan kemudian datang kembali dan memberikanku sebuah chip. Aku menaruhnya ke dalam laci mejaku dan muncul hologram di atas mejaku.
"Sarah tidak ada di Markas Bizarre. Ia adalah titik biru. Berada pada jarak 9 Petak[1] dengan perkiraan akan terus bergerak sampai seterusnya. Untuk saat ini, arah pergerakannya menuju ke timur dengan tujuan yang belum diketahui dengan pasti."
Â
"Ia menuju ke klan asalnya dulu, sebelum kami bertemu pada saat menghadiri pertemuan Aliansi Laut. Tetapi, sepertinya ia telah dikendalikan seseorang untuk pergi kesana, dilihat dari pergerakannya yang acak."
Â
 Jenderal Pan mengernyitkan dahi, bingung dengan kalimatku barusan.
Â
"Maksudku, ia sengaja di cuci otak agar kembali kesana. Lebih tepatnya, ia seakan diperintahkan untuk bunuh diri sesampainya disana. Karena, di beberapa negara, ada aturan tak tertulis yang menyatakan bahwa saat kau keluar dari klanmu dan begabung dengan klan lain, maka kau akan dianggap sebagai pengkhianat jika kau berani kembali ke klan asalmu. Meskipun klan tersebut adalah anggota dari aliansi."
Â
 Ia pun mengangguk mendengar penjelasanku.
Â
"Kita akan berangkat kesana sekarang juga. Kita belum tahu seperti apa keadaan klannya sekarang. Kita hanya perlu memastikannya. Tolong, persiapkan 30 pasukan khusus, masukkan di dalamnya timku. Lalu, hubungi Arch untuk menyusulku. Aku akan memimpin pasukan ini sendiri. Kau, Jenderal Pan Agera, aktifkan 'status dua' dan tolong kau jaga tempat ini dari segala serangan, baik dari luar maupun dalam. Kuyakin kau paham situasi ini."
Â
Aku pun segera bersiap untuk menjemput Sarah di klan asalnya, dengan resiko yang akan membahayakan diriku sendiri, karena aku dianggap telah tiada oleh sebagian besar dunia, termasuk Star One.
Â
OoOoOoO
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H