Kepada ketua DAD, WVI menyampaikan keinginan warga Tubang Raeng menghentikan setiap kekerasan terhadap anak dengan membuat peraturan adat. WVI juga menyampaikan hasil diskusi dengan bupati dan WVI soal kekerasan terhadap anak ditangani dengan Adat Dayak.
Ketua DAD kata Anggoro menganggukkan kepala tanda setuju. Ia mendukung inisiatif warga Tubang Raeng menginisiasi Peraturan Adat Perlindungan Anak.
Ketika itu Heri mengatakan, "DPRD Â Landak juga sudah berencana membuat Peraturan Daerah Peradilan Adat. Jadi WVI dengan legislatif sudah sinkron jalannya," seperti ditirukan Anggoro.
WVI percaya, Â hukum adat efektif mengurangi atau bahkan menghapus kekerasan terhadap anak, sebab mengatur hubungan sosial dan perilaku masyarakat di dalamnya. Demikian pula dengan masyarakat Dayak. Hukum adat sangat ketat mengatur kehidupan mereka.
"Masyarakat lebih takut terkena hukuman adat ketimbang hukum negara. Karena hukum adat akan menjadi cap buruk dalam waktu lama bagi orang yang mendapatkannya," kata Anggoro.
Gayung Bersambut
Sesuai permintaan Santo dan pengurus lainnya, WVI melakukan pendampingan terhadap mereka. WVI juga melakukan koordinasi dengan banyak pemangku kepentingan. Setelah bupati dan ketua DPRD, WVI menemui tokoh agama Katolik dan Protestan serta DAD pada tingkat kecamatan.
Gayung bersambut. Para tokoh gereja juga merasakan hal yang sama. Dalam pelayanannya, mereka kerap menemukan hal yang timpang. Terutama masih maraknya kekerasan terhadap anak, yang entah disadari atau tidak disadari, telah menjadi hal lumrah dalam masyarakat.
Pastor Kepala di Paroki Salib Suci Ngabang tahun 2019 ketika program ini dijalankan, Pater Barnabas Meriko, OFM.Cap., mengatakan bahwa praktik adat Dayak seringkali bersinggungan dengan Gereja Katolik, sebab mayoritas warga Dayak yang menempati Kabupaten Landak menganut Katolik.
"Seperti perkawinan anak. Gereja tidak bisa memberkati pasangan yang masih berusia anak. Tapi begitu ke adat, perkawinannya bisa disahkan oleh mereka," kata Pastor Meriko. Sebab itu Meriko antusias menyambut program WVI yang akan menyasar Peraturan Adat Perlindungan Anak. Ia berharap semua pihak memegang  komitmen adat untuk melindungi anak-anak dari kekerasan dan pernikahan dini.
WVI AP Landak merancang workshop Saluran Harapan Perlindungan Anak (Channel of Hope Child Protection-CoH CP) yang melibatkan tokoh masyarakat, agama, pemuka adat seperti Timanggong, Pesirah, Pangaraga, Dewan Adat Dayak dan Pemerintah. Fasilitator WVI, Slamet Kusharyadi,  yang memiliki pengalaman panjang dalam revitalisasi  budaya di kawasan NTT dipanggil untuk memberikan pendampingan. Â