Mohon tunggu...
Alex Japalatu
Alex Japalatu Mohon Tunggu... Penulis - Jurnalis

Suka kopi, musik, film dan jalan-jalan. Senang menulis tentang kebiasaan sehari-hari warga di berbagai pelosok Indonesia yang didatangi.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Hukum Adat Perlindungan Anak Desa Tubang Raeng, Landak, Kalbar

9 Agustus 2022   08:32 Diperbarui: 9 Agustus 2022   08:35 414
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kepada ketua DAD, WVI menyampaikan keinginan warga Tubang Raeng menghentikan setiap kekerasan terhadap anak dengan membuat peraturan adat. WVI juga menyampaikan hasil diskusi dengan bupati dan WVI soal kekerasan terhadap anak ditangani dengan Adat Dayak.

Ketua DAD kata Anggoro menganggukkan kepala tanda setuju. Ia mendukung inisiatif warga Tubang Raeng menginisiasi Peraturan Adat Perlindungan Anak.

Ketika itu Heri mengatakan, "DPRD  Landak juga sudah berencana membuat Peraturan Daerah Peradilan Adat. Jadi WVI dengan legislatif sudah sinkron jalannya," seperti ditirukan Anggoro.

WVI percaya,  hukum adat efektif mengurangi atau bahkan menghapus kekerasan terhadap anak, sebab mengatur hubungan sosial dan perilaku masyarakat di dalamnya. Demikian pula dengan masyarakat Dayak. Hukum adat sangat ketat mengatur kehidupan mereka.


"Masyarakat lebih takut terkena hukuman adat ketimbang hukum negara. Karena hukum adat akan menjadi cap buruk dalam waktu lama bagi orang yang mendapatkannya," kata Anggoro.

Gayung Bersambut

Sesuai permintaan Santo dan pengurus lainnya, WVI melakukan pendampingan terhadap mereka. WVI juga melakukan koordinasi dengan banyak pemangku kepentingan. Setelah bupati dan ketua DPRD, WVI menemui tokoh agama Katolik dan Protestan serta DAD pada tingkat kecamatan.

Gayung bersambut. Para tokoh gereja juga merasakan hal yang sama. Dalam pelayanannya, mereka kerap menemukan hal yang timpang. Terutama masih maraknya kekerasan terhadap anak, yang entah disadari atau tidak disadari, telah menjadi hal lumrah dalam masyarakat.

Pastor Kepala di Paroki Salib Suci Ngabang tahun 2019 ketika program ini dijalankan, Pater Barnabas Meriko, OFM.Cap., mengatakan bahwa praktik adat Dayak seringkali bersinggungan dengan Gereja Katolik, sebab mayoritas warga Dayak yang menempati Kabupaten Landak menganut Katolik.

"Seperti perkawinan anak. Gereja tidak bisa memberkati pasangan yang masih berusia anak. Tapi begitu ke adat, perkawinannya bisa disahkan oleh mereka," kata Pastor Meriko. Sebab itu Meriko antusias menyambut program WVI yang akan menyasar Peraturan Adat Perlindungan Anak. Ia berharap semua pihak memegang  komitmen adat untuk melindungi anak-anak dari kekerasan dan pernikahan dini.

WVI AP Landak merancang workshop Saluran Harapan Perlindungan Anak (Channel of Hope Child Protection-CoH CP) yang melibatkan tokoh masyarakat, agama, pemuka adat seperti Timanggong, Pesirah, Pangaraga, Dewan Adat Dayak dan Pemerintah. Fasilitator WVI, Slamet Kusharyadi,  yang memiliki pengalaman panjang dalam revitalisasi  budaya di kawasan NTT dipanggil untuk memberikan pendampingan.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun