Mohon tunggu...
Alexander Ginting
Alexander Ginting Mohon Tunggu... -

penikmat warta (berkunjung juga ya, ke blog saya : www.solusiinspirasi.wordpress.com)

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Hati Yang Menepi

31 Agustus 2011   06:11 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:20 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Bukan, Nek. Tapi, saya memang dokter. Boleh saya masuk, Nek ?”

“Oh, ya. Silahkan. Masuklah.”

Mereka pun melangkahkan kaki, dan duduk di kursi bambu yang tampak berdebu. Leila tidak mengelap kursi bambu itu. Ia langsung saja duduk. Tidak baik dilihat Bu Sadariah takut pakaian kotor, karena debu di kursi bambunya.

“Maaf, Nak. Rumah ini kotor sekali. Sebentar ya, saya ambilkan dulu kain lap.”

“Tidak usah, Nek.”

“Nanti pakaian kamu yang cantik itu kotor, karena debu-debu di kursi nenek.”

“Tidak, Nek. Tidak apa-apa,” kata Leila sambil melemparkan senyumnya.

Sejenak mereka pun tampak membisu. Bola mata Leila menggelinding memandangi ruangan rumah Bu Sadariah. Kecut juga hatinya. Sarang laba-laba tampak bergantungan di sudut dinding-dinding. Debu pun menempel merubah warna dan suasana rumah itu.

“Kamu datang mau menggugurkan, ya ?” kata Bu Sadariah membuyarkan lamunan Leila.

Leila tersenyum.

“Maaf, Nak. Dari dulu saya tidak mau dengan pekerjaan itu, “ kata Bu Sadariah lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun