Mohon tunggu...
Alexander Ginting
Alexander Ginting Mohon Tunggu... -

penikmat warta (berkunjung juga ya, ke blog saya : www.solusiinspirasi.wordpress.com)

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Hati Yang Menepi

31 Agustus 2011   06:11 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:20 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di dalam rumah itu, ia hanya tinggal sendiri. Tak ada anak dan famili dalam berteduh. Keluh nafas mendesah tak henti menunggu hari. Hanya ada asa, pantang terkapar melangkahi kuasaNya. Bu Sadariah, tampaknya menanti rembulan menjaring jejak. Hanya bibir kuncup dan melengkung dengan senyum lirih, ia menatap jalan di depannya.

Dari ruangan depan, ada suara memanggil-manggilnya. Suara itu lembut berayun-ayun.

“Nek..Nenek…!”

Dengan tertatih-tatih, Bu Sadariah melangkahkan kakinya mendekati suara itu. Ia melihat seorang perempuan muda bersama seorang anak kecil yang menunjukkan rumah Bu Sadariah. Lalu, anak itu pergi meninggalkan mereka. Perempuan muda itu tampak melepas senyum. Manis sekali.

“Boleh saya masuk, Nek ?”

Bu Sadariah hanya mengangguk. Anggukannya tampak lemah. Leher, seolah tak kuat lagi menopang kepala dan rambut yang panjang beruban. Matanya pun tak tajam seperti dulu yang penuh percaya diri.

“Maaf, Nek. Saya mengganggu.”

“Tidak. Tidak apa-apa.”

Perempuan muda itu kembali terlihat tersenyum, sambil mengulurkan tangannya.

“Nama saya Leila, Nek.”

“Kamu bidan desa itu, ya ?”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun