Mohon tunggu...
Aldentua S Ringo
Aldentua S Ringo Mohon Tunggu... Pengacara - Pembelajar Kehidupan

Penggiat baca tulis dan sosial. Penulis buku Pencerahan Tanpa Kegerahan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sang Mahasiswa Protes UKT

4 Juni 2020   09:07 Diperbarui: 4 Juni 2020   09:01 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Semangat Pagi Indonesia.

Sang Mahasiswa Protes UKT.

Sang Kakek sedang menikmati kopi sambil membaca Koran. Tiba-tiba Hp berdering. Dia melihat nama yang menelepon. Oh ternyata dari salah satu cucunya yang masih kuliah. Ada apalagi masalah cucu mahasiswa ini, pikir Sang Kakek.

   "Selamat pagi kakek, apa kabar?" kata cucunya dari teleponnya.

   "Baik, apa kabarmu cucu?" balas Sang Kakek.

   "Kami lagi bersedih kek. Tuntutan mahasiswa untuk membebaskan  Uang Kuliah Tunggal (UKT) tidak mendapat respon yang baik dari Kemendikbud. Utusan mahasiswa meminta waktu audiensi tidak ada jawaban," kata cucunya.

   "Mungkin karena pandemi ini, mungkin sehabis pandemi ini, utusan akan diterima," jawab Sang Kakek.

   "Justru sekarang kami butuh jawaban kek. Orang tua mahasiswa kan banyak yang terdampak pandemi corona ini. Ada yang PHK, ada yang tidak bisa berjualan, dan banyak masalah kek," kata cucunya.

   "Sudah dicoba diadukan ke DPR?" tanya Sang Kakek.

   "Sudah kek. Tapi jawabannya kan standar. Nanti akan dikomunikasikan," jawab cucu.

   "Apalagi yang sudah kalian lakukan? Sudah bersuara lewat media?" kata Sang Kakek.

   "Ini juga sudah trending topic di media sosial kek. Tetap saja Mendikbud belum menjawab," kata cucunya.

   "Belum berhasil juga?" kata Sang Kakek.

   "Belum kek. Sepertinya buntu semua jalannya," kata cucunya.

   "Ok, sekarang coba pelajari prosedur yang benar tentang UKT ini. Sepanjang yang saya tahu, UKT bisa dimohon untuk pengurangan dan bahkan pembebasan," kata Sang Kakek.

   "Prosedurnya berbelit-belit kek. Permohonan diajukan melalui Dekan, lalu ke pimpinan perguruan tinggi di rektorat. Nanti dirapatkan, lalu tidak tahu kapan akan dijawab. Birokrasinya panjang," keluh cucu.

   "Kakek paham itu. Mana ada di Indonesia kita ini tanpa birokrasi? Mana ada birokrasi yang tidak berbelit-belit. Tapi semua itu harus dilalui. Selain itu coba kau urus KIP Kuliah. Itu juga ada kesempatan mendapatkan beasiswa baik yang kuliah di PTN maupun PTS," kata Sang Kakek.

   "Sama payahnya kek. Prosedurnya berbelit-belit dan sulit," jawab cucunya.

   "Jadi maksudmu, pembebasan atau pengurangan biaya UKT mu jatuh dari langit tanpa kau ajukan permohonan dengan birokrasinya?" kata kakek.

   "Aduh kek, susah deh ngomongnya. Kampus kan lagi tutup. Kami kuliah daring. Dan kuliahnya sesuka dosennya. Ujian ditiadakan. Katanya tugas-tugas itulah nanti dasar penilaian. Kami harus menanggung biaya tambahan kuota untuk mengikuti kuliah daring. Kenapa kampus tidak memikirkan itu. Apa salahnya UKT diturunkan atau dibebaskan?" protes cucu.

   "Ok, kakek mengerti, tapi semuanya harus diperjuangkan. Permintaan saya, segera ajukan permohonan pengurangan atau pembebasan UKT mu ke Dekan sesuai prosedur. Urus KIP Kuliah mu dengan semua aturan mainnya. Kau penuhi segala syarat-syaratnya. Kalau tidak mendapat respon seminggu, susul lagi suratnya. Belum ditanggapi, buat lagi surat susulan dengan melampirkan fotocopy surat terdahulu. Begitu seterusnya. Jangan menyerah. Usaha dulu baru mengeluh," kata Sang Kakek menasehati cucunya.

   "Ok kek, terima kasih. Saya akan usahakan," jawab cucunya dan memutuskan sambungan telepon.

Tiba-tiba Sang Cucu muncul dan bertanya kepada kakeknya yang baru saja selesai berbicara di telepon.

   "Ada apa kek, kok serius teleponnya," kata Sang Cucu.

   "Itu tadi abangmu anak bapak tuamu. Katanya mereka menuntut penurunan UKT, ternyata kurang menadapat tanggapan dari pemerintah," kata Sang Kakek.

   "Demo saja mereka kek, biar diperhatikan pemerintah," kata Sang Cucu.

   "Demo kan dilarang di masa pandemi corona ini," kata Sang Kakek.

   "Di Amerika juga pandemi, mereka demo juga menuntut kematian warga kulit hitam  yang disiksa polisi kulit putih," kata Sang Cucu.

   "Eh, ini bukan di Amerika, kita di Indonesia. Nggak ada demo saja corona ini belum bisa diatasi, apalagi ada demo," kata Sang Kakek.

   "Jadi bagaimana jalan keluar si abang itu, kalau tidak bisa demo?" kata Sang Cucu.

   "Kakek sudah memberikan saran dan upaya yang harus dilakukannya. Mereka harus mengajukan permohonan ke Dekan dan juga mengurus KIP Kuliah. Mahasiswa sekarang terkadang, hanya mau menuntut tapi tidak memenuhi syarat dan ketentuan untuk mengajukan permohonan pengurangan atau pembebasan biaya UKT," jelas kakek.

   "Tapi pemerintah juga harus cepat tanggap kek. Jangan hanya menyalahkan mahasiswanya saja. Sudah tahu keadaan begini, segala birokrasi permohonan dipermudah dong," protes Sang Cucu.

   "Ya, tapi mahasiswanya juga harus proaktif mengajukan permohonannya," kata Sang Kakek.

   "Kenapa tidak dibebaskan saja UKT itu kek? Kalau tidak dikurangi setengah, jadi nggak usah ribet dengan birokrasi permohonan. Nanti jawabannya tahun depan, pandemi sudah selesai. Kebutuhan itu kan sekarang kek," kata cucu.

   "Ya. Mudah-mudahan pemerintah segera turun tangan menjawab tuntutan mahasiswa ini. Supaya proses belajar dan kuliah tidak terganggu. Dan mahasiswa tidak perlu demo turun ke jalan," kata Sang Kakek.

   "Maunya Kemendikbud cepat tanggap darurat ya kek," balas Sang Cucu.

   "Ya, semoga pemerintah segera mengambil kebijakan soal UKT ini," kata Sang Kakek.

Keluhan mahasiswa soal UKT, respon pemerintah kurang tanggap, mahasiswa mengancam turun ke jalan. Kenapa Kemendikbud tidak cepat tanggap? Turunkan UKT atau bebaskan kenapa? Kalaupun tidak, cepat dijawab tuntutan mahasiswa ini, biar jangan ribut bangsa ini terus, gumam Sang Kakek.

Sekian dulu. Terima kasih, salam dan doa.

Aldentua Siringoringo.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun