"Ini juga sudah trending topic di media sosial kek. Tetap saja Mendikbud belum menjawab," kata cucunya.
  "Belum berhasil juga?" kata Sang Kakek.
  "Belum kek. Sepertinya buntu semua jalannya," kata cucunya.
  "Ok, sekarang coba pelajari prosedur yang benar tentang UKT ini. Sepanjang yang saya tahu, UKT bisa dimohon untuk pengurangan dan bahkan pembebasan," kata Sang Kakek.
  "Prosedurnya berbelit-belit kek. Permohonan diajukan melalui Dekan, lalu ke pimpinan perguruan tinggi di rektorat. Nanti dirapatkan, lalu tidak tahu kapan akan dijawab. Birokrasinya panjang," keluh cucu.
  "Kakek paham itu. Mana ada di Indonesia kita ini tanpa birokrasi? Mana ada birokrasi yang tidak berbelit-belit. Tapi semua itu harus dilalui. Selain itu coba kau urus KIP Kuliah. Itu juga ada kesempatan mendapatkan beasiswa baik yang kuliah di PTN maupun PTS," kata Sang Kakek.
  "Sama payahnya kek. Prosedurnya berbelit-belit dan sulit," jawab cucunya.
  "Jadi maksudmu, pembebasan atau pengurangan biaya UKT mu jatuh dari langit tanpa kau ajukan permohonan dengan birokrasinya?" kata kakek.
  "Aduh kek, susah deh ngomongnya. Kampus kan lagi tutup. Kami kuliah daring. Dan kuliahnya sesuka dosennya. Ujian ditiadakan. Katanya tugas-tugas itulah nanti dasar penilaian. Kami harus menanggung biaya tambahan kuota untuk mengikuti kuliah daring. Kenapa kampus tidak memikirkan itu. Apa salahnya UKT diturunkan atau dibebaskan?" protes cucu.
  "Ok, kakek mengerti, tapi semuanya harus diperjuangkan. Permintaan saya, segera ajukan permohonan pengurangan atau pembebasan UKT mu ke Dekan sesuai prosedur. Urus KIP Kuliah mu dengan semua aturan mainnya. Kau penuhi segala syarat-syaratnya. Kalau tidak mendapat respon seminggu, susul lagi suratnya. Belum ditanggapi, buat lagi surat susulan dengan melampirkan fotocopy surat terdahulu. Begitu seterusnya. Jangan menyerah. Usaha dulu baru mengeluh," kata Sang Kakek menasehati cucunya.
  "Ok kek, terima kasih. Saya akan usahakan," jawab cucunya dan memutuskan sambungan telepon.