Di parkiran bandara mobil berjejer rapi dengan ragam ukuran, warna dan kelasnya sendiri.
Honda City putih berbunyi saat Gabril menekan gantungan kuncinya. Ulhiza melepas pelukanya dan menuju pintu bersebelahan. Kali ini Gabril yang mengemudi.
Mobil dinyalakan, tangan kirinya mengatur volume AC kemudian mencari posisi yang pas untuk berada di kursi kemudi.
"Kamu kenapa?" Tanya Gabril seketika. Ulhiza bungkam. Hanya menatap kekasihnya lekat-lekat.
"Ga papa"
"Kita ga akan pergi sebelum kamu cerita. Maaf aku memang terlalu lama di luar"
'Ah lelaki. Apa tidak ada pertanyaan lain selain kenapa? Mengapa harus aku yang menjelaskan? Sementara sudah banyak bahasan yang belum selesai. Apa kamu ga sadar?'
Gabril melepas dasi, membuat kerah bajunya lebih longgar dan santai "bilang aja kalau ada masalah atau ada yang mau dibicarakan. Mood-ku sedang baik kok"
Ulhiza menghela nafas cukup panjang. Kepalanya tak lagi bersandar. Ini benar-benar hal yang serius.
"Ibuku bertanya lagi, kapan kita akan menikah? Aku capek" keluhnya.
"Aku masih usaha dek. Banyak hal yang belum aku siapkan. Aku ingin kita menikah saat semuanya sudah pas"
Sejenak tak ada suara lagi. Bathin Ulhiza bergemuruh. 'Sampai kapan? Aku hampir lulus kuliah. Keluargaku sudah sering mendapat tawaran menantu. Lama-lama orang tuaku benar-benar akan menerima. Lagipula kamu tak pernah mau bertemu dengan mereka. Kenapa? Usahamu keluyuran aja. Ga jelas. Aku ga pernah benar-benar tau'
"Dek" Gabril menepuk punggung Ulhiza.
"Eh iya....setidaknya Mas datang lah ke rumah. Ngobrol serius. Ga cuma mengantar dan menjemputku" pinta Ulhiza.