Lalu, bertanya lagi kepadaku, "Mau dibungkus atau mau dimakan di sini, Neng."
"Em, terserah," jawabku singkat.
Bakul pempek tertawa mendengar jawabanku. Aku tak merisaukannya, lebih fokus membalas pesan Niken. "Aku sudah ke toko buku. Sekarang, aku lagi pesan pempek. Kamu mau, Ken?"
Aku menawari Niken empek-empek, namun tak ada balasan. Seseorang membuatku terperanjat, "Neng ini, mau makan sambil berdiri? Mendingan duduk sini."
Si bakul pempek menyodorkan piring, memberikan bangku plastik untuk kududuki. Ternyata aku belum sempat bilang mau makan di rumah, minta dibungkus. Terlambat. Akhirnya, kunikmati saja.
Pada suapan pertama, rasanya betul-betul menggoda lidah. Padahal pempek isi telor, kulit tepung empek-empek seperti ada daging ikannya.Â
Kenyal sekali. Kuahnya lumayan pedas, ada sedikit rasa manis, asam cuka. Rasanya nikmat sekali. Ah, aku ingin segera melahap semuanya. Sayang, harus menjaga image. Ini bukan sedang di rumah. Banyak pejalan kaki yang lewat.
Aku bertanya, "Bang, orang mana sih?"
"Palembang."
"Jauh ya, Bang. Sejak kapan jualan di sini?"
"Gimana rasanya, Neng?" Abang ini bukannya menjawab pertanyaanku, ia balik bertanya.