Dinding bercat putih yang mulai memudar seperti mewarnai hatinya. Laki-laki yang memandangi bingkai foto yang terpatri. Dia adalah Idham, berwajah oval dengan postur tegap, badannya sedikit gempal dan memiliki lesung pipit di pipi kanannya. Tersenyum, dua bola mata sibuk menerka-nerka. Siapa gadis yang mengenakan hijab di sebelah tunangannya? Baru kali ini Idham memperhatikan ke setiap sudut ruangan.
Secara spontan dia terkejut saat Mega muncul dari belakang-- membawakan suguhan. Lalu meletakkannya di atas karpet merah.
"Itu foto aku sama Adfa. Kami bersahabat sejak kecil. tetapi, sekarang kami jarang bertemu."
Tanpa diminta Mega sudah menjelaskan membuat Idham salah tingkah, secepat kilat dia mencari pokok pembahasan lain.
Pikiran Idham dipenuhi rasa ingin mengenal Sahabat Mega. Dengan cara apapun dia akan mencari tahu tentang Adfa. Sedikit rencana untuk meminjam ponsel beralasan bermain game sebentar. Idham berhasil menghafal nomor Adfa.
Dua tahun bersama Mega, penyatuan cincin berjalan di bulan kemarin-- belum sekali pun Mega mengenalkannya dengan Adfa.
Perasaan Idham berkecamuk dengan sikap Mega yang setiap bertemu membicarakan masalah sepele di Pekerjaan. dia bosan dengan hari-hari kebersamaan mereka. Idham merindukan Mega yang dahulu-- setiap bertemu bergelayut manja di pundaknya. Mereka juga sudah jarang menghabiskan momen berdua di malam hari atau sekadar duduk di bibir pantai.
Mega merasa Idham pun berubah, dia tiba-tiba pamit pulang sebelum lewat pukul 9 malam. Dengan alasan ada janji dengan teman.
Kekasihnya tak sekalipun menanyai bagaimana hubungan mereka ke depan. Mega juga tak mau ambil pusing. Rencana pernikahan bisa dibicarakan lain waktu.Â
...
Setelah melewati penantian selama seminggu. Hatinya merasa gundah. Angin menyapu seluruh ruangan. Idham segera menutup tirai jendela kamar. Berbaring sambil menatap layar ponsel. Dia teringat dengan nomor Adfa. Namanya tersimpan inisial D'A.Â
Idham mengawali percakapan melalui chat pribadi.
Hai [Idham]
Tak ada tanda-tanda balasan dari Adfa. Dua centang biru yang Idham tunggu hanya harapan semu. dia terlelap dalam angan-angan.Â
Pagi yang cerah Idham beranjak dari ranjangnya--lekas membuka gadget. Dia terbelalak mendapati balasan Adfa.
Siapa? [Adfa]
Idham segera menelepon, gadis itu mengangkatnya.Â
"Assalamualaikum, Adfa." Idham menahan senyum.
"Walaikumsalam, maaf anda siapa?" jawab Adfa.
"Saya Wahyu teman sahabatmu. Katanya di tempat kerjamu ada lowongan kerja buat cowok," ucapnya berbohong.
Di seberang gadis berjilbab pink merasa bingung. Sahabat yang mana? Kapan dia bilang begitu?Â
"Mas Wahyu salah deh, setahuku di sini tidak ada lowongan pekerjaan untuk laki-laki. Maaf, kalau boleh tahu siapa yang ngasih nomerku?"
"Mega."
Idham bermain cantik soal ini. Dia sengaja melibatkan Wahyu untuk mendekati Adfa.
"Oh... "
"Jadi, gimana? Aku butuh pekerjaan, kapan kita bisa bertemu? "
Adfa tergagap, "Kapan-kapan yah_" Idham menyela, "Nanti malam aku ke rumahmu."
"Jangan!"
Gadis itu gugup belum pernah ada laki-laki yang bertandang ke rumahnya. Cara ini cukup ampuh untuk menghindari gosip tetangga. Adfa menolak.
Panggilan terputus keduanya sama-sama menatap ponsel. Bukan Idham kalau tak punya cara mendekati gadis itu. Dia tetap nekat dengan mengajak Wahyu menemui Adfa di kediamannya.
...
"Gila kamu, Dham. Kamu tidak mikirin perasaan Mega. Adfa itu sahabatnya," cerca Wahyu menampik keinginannya.
Idham meneguk sebotol minuman dingin lalu menghela napas panjang.
"Pokoknya nanti malam kamu anterin aku ke sana." Laki-laki itu bersikeras. Keputusannya sudah bulat. Wahyu menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
Dia hanya perlu bungkam. Mega tak mungkin tahu. Sebagai sahabat yang setia dalam suka dan duka. Wahyu terpaksa mengiyakan kemauannya.
Dengan sepeda motor mereka menemui Adfa. Wahyu menunjukkan lokasi tujuan. Di gang mekar Wahyu menunggu di sana. Idham segera memberitahu gadis itu untuk keluar sebentar.
Gadis berhijab ungu menyambut kedatangan mereka.
"Hai, Adfa."
"Mas Wahyu yah," tanyanya.
Wahyu mendelik ke arah Idham, "Ya, Fa. Aku Wahyu ini temanku Idham." Kata Idham mulai membuka suara dengan gugupnya.
Pertemuan pertama Idham tak henti berkedip menatap Adfa. Senyumnya terlihat manis. Meskipun Adfa belum pernah mengenal wajah Idham, gadis itu pernah mendengar namanya. Jika Idham adalah tunangan Mega.
"Emas Idham, bagaimana kabar Mega?"Â
Idham dan Wahyu saling bertatap muka memberi isyarat melalui mata. "Eee, iya baik." Ujar Wahyu.Â
Kini wajahnya seperti udang rebus yang siap menjadi santapan.
"Syukurlah," timpal Adfa.
Di halaman rumah Adfa, Idham menanyakan banyak hal mulai dari makanan dan minuman favorit gadis itu.Â
Tiba-tiba Idham menanyakan sesuatu hal yang serius.
"Fa, ada yang marah tidak nih. Kita main ke sini."Â
Adfa terkekeh, "Ya tidak ada lah. Emas Wahyu ada-ada aja."
"Pacar kamu mungkin. Hem...Â
"Nggak ada Mas Wahyu," ujar Adfa kepada Idham.
Wahyu tersulut emosi namun tetap bergeming. Idham memang pandai bersilat lidah. dia tak ingin menanggung getahnya.Â
"Mas Idham sekali-kali kita diner berempat sama Mega juga, gimana?" Ucapan Adfa mengejutkan Idham dan Wahyu.
"Idham seringnya sibuk," timpal Idham. Wahyu permisi keluar sebentar.
Adfa tak bertanya lagi, Wahyu menyarankan untuk pamit.Â
..
Hubungan Adfa dengan Idham makin dekat. Idham sudah berani mengajak gadis itu pergi. Membuat hari baru yang sempat sepi dan membosankan mampu mewarnai harinya.
Gadis super cerewet dengan alisnya yang menyatu membuat Idham jatuh cinta pada pandangan pertama.
Idham membawanya ke tempat romantis yang ramai dikunjungi para pelancong. Menikmati suasana hiruk pikuk roda kendaraan yang melintas. Idham dan Adfa mencicipi jajanan yang ditawarkan.
Dari belakang mereka dikejutkan seorang wanita yang tengah menahan amarahnya.
"Idham!!"
Adfa justru menyambut Mega dengan senyum merekah. Akan tetapi sebuah tamparan mendarat di pipi Adfa.
Idham memarahi Mega, "Sudah, Mega. Banyak orang malu. Masalah ini bisa kita bicarakan baik-baik."
"Hah, bicara baik-baik katamu. Sudah ketahuan selingkuh kalian sama sekali tidak merasa bersalah." Suara Mega makin kencang membuat semua mata tertuju kepada mereka.
Idham meraih lengan tangan Mega, membawanya ke sebuah gang sempit yang jauh dari keramaian. Adfa membuntuti. Mega melepas cincin tunangan lalu melempar ke dada bidang Idham dan cincin tersebut masuk ke dalam got.
"Lebih baik kita sudahi saja, Dham."Â
Setelah mengatakan hal itu Mega pun memilih pergi.
***
Pemalang, 31 Desember 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H