Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Guru - Berbagi Bukan Menggurui

Mengulik sisi lain dunia pendidikan Indonesia 📖 Omnibus: Cinta Indonesia Setengah dan Jelajah Negeri Sendiri terbitan Bentang Pustaka | Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta | Best Teacher 2022 dan Best In Specific Interest Nominee 2023 | Ketua Bank Sampah Sekolah | Teknisi Asesmen Nasional ANBK | Penggerak Komunitas Belajar Kurikulum Merdeka

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Mengapa Banyak Guru Membenci Aplikasi PMM?

1 Februari 2024   13:29 Diperbarui: 1 Februari 2024   18:43 2888
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak kemunculannya di tengah-tengah kehidupan guru, Platform Merdeka Mengajar (PMM) telah menjadi bahan perdebatan dan pro-kontra di kalangan pendidik dan praktisi pendidikan

PMM telah membawa gelombang perdebatan dan kontroversi yang terus melingkupi eksistensinya di tengah-tengah kehidupan guru di Indonesia. 

Meskipun hakikat sebenarnya dengan dihadirkannya PMM ini adalah sebagai wadah pembelajaran dan berbagi inspirasi diantara pendidik di seluruh Indonesia, namun tetap saja mengundang sorotan serta polarisasi opini terus terjadi antara kedua kutub yang pro dan kontra.

PMM dirancang untuk menjadi sarana yang memperkaya pengetahuan dan wawasan terkait praktik baik, dengan tujuan meningkatkan kualitas pengajaran dan mendorong kontribusi guru dalam upaya memajukan dunia pendidikan. 

Penting untuk dicatat bahwa PMM seharusnya bisa berfungsi sebagai sebuah jembatan bagi pendidik di seluruh Indonesia guna menciptakan lingkungan dimana mereka dapat saling memperkaya pengetahuan, wawasan, dan praktik baik terhadap pembelajaran. 

Dengan begitu, diharapkan PMM dapat menjadi katalisator untuk meningkatkan kualitas pengajaran guru dan memotivasi kontribusi mereka dalam mewujudkan perubahan positif dalam dunia pendidikan.

Salah satu yang bisa diklaim dari keberhasilan PMM terletak pada konsepnya sebagai tempat bagi para pendidik untuk saling belajar dan berbagi pengalaman. 

Dalam era digital seperti saat ini, PMM menjadi platform yang memungkinkan guru berkolaborasi tanpa batas geografis yang membuka pintu untuk peningkatan kualitas pengajaran dengan menghadirkan beragam metode dan strategi.

Banyak guru telah merasakan manfaatnya, dan dampak positifnya telah dirasakan pula oleh siswa. Dengan adanya PMM ini, siswa juga dapat meraih dampaknya melalui pembelajaran yang lebih dinamis dan inovatif. 

Peningkatan mutu dan pembaharuan pendidikan menjadi semakin nyata. Seiring berjalannya waktu, mutu kualitas pendidikan di Indonesia semakin mengalami peningkatan dan pembaharuan yang sangat berarti. 

Namun dalam paradoksnya, perlu diakui bahwa masih ada sejumlah guru yang tetap skeptis serta masih ada guru yang tetap anti-PMM.

Lain dari itu, terdapat resistensi dari sebagian guru yang belum sepenuhnya terbuka terhadap penetrasi teknologi dalam dunia pendidikan. Beberapa mungkin merasa terancam oleh perubahan atau meragukan efektivitas PMM sebagai alat pembelajaran (yang baik) bagi guru. 

Bagi sebagian guru, pergeseran paradigma ini bisa menjadi tantangan yang sulit diatasi, terutama bagi mereka yang telah lama berada di dalam penerapan sistem pendidikan zaman dahulu.

Penolakan terhadap PMM mungkin didorong oleh berbagai faktor, mulai dari ketidakpahaman akan manfaatnya hingga kekhawatiran terkait dengan dampaknya terhadap tradisionalitas metode pengajaran. 

Meski begitu, tidak dapat dipungkiri bahwa PMM telah memberikan kontribusi positif yang signifikan. Sudah banyak guru dan siswa yang memanfaatkannya sebagai sumber inspirasi dan peningkatan keterampilan. 

Penting untuk melihat pro dan kontra terhadap PMM sebagai bagian dari dinamika perubahan dalam dunia pendidikan. Upaya pendekatan persuasif dan edukasi perlu terus dilakukan untuk membuka pikiran atau “mencerahkan” para guru. 

Pemerintah dan para pemangku kebijakan pendidikan perlu memahami dan mengakomodasi keprihatinan ini untuk memastikan bahwa PMM maupun terobosan-terobosan yang nantinya dihadirkan benar-benar menjadi sarana yang inklusif dan bermanfaat bagi semua lapisan guru.

Dengan bersama-sama menghargai keberagaman pandangan, semoga dunia pendidikan di Indonesia dapat terus bertransformasi menuju arah yang lebih baik.

Fenomena “negative campaign” tentang PMM di media sosial

Media sosial kini menjadi ajang yang ramai dengan beragam opini, termasuk yang membahas dalam konteks pendidikan. Seiring dengan kehadiran PMM, banyak guru, content creator, mantan guru, dan praktisi pendidikan yang menggunakan media sosial sebagai saluran untuk menyuarakan ketidaksetujuan mereka terhadap PMM. 

Mereka secara vokal mengkampanyekan isu-isu yang menyoroti sisi negatif dari kehadiran PMM, sehingga membentuk narasi bahwa PMM ini merupakan "mimpi buruk" di dunia pendidikan.

Banyak diantara mereka yang “mendadak” sebagai guru content creator, mereka yang memutuskan berhenti dari profesi guru, ataupun para praktisi pendidikan, memiliki misi agar masyarakat pengguna media sosial melihat PMM sebagai kendala/masalah bagi keberlanjutan profesi guru. 

Apa alasan mendasar di balik adanya “negative campaign” tentang PMM yang begitu kencang ini?

Salah satu kemungkinan alasan adalah ketidakpahaman terhadap fungsi sebenarnya dari PMM. Sebagian guru mungkin belum sepenuhnya memahami bahwa PMM seharusnya menjadi wadah positif untuk memperkaya pengetahuan, wawasan, dan praktik baik untuk pembelajaran. 

Konten-konten anti-PMM yang banyak diminati di media sosial seringkali menyoroti sisi-sisi yang kurang diinginkan tanpa memberikan pemahaman menyeluruh mengenai manfaat yang bisa diperoleh.

Dampak dari kampanye anti-PMM ini juga perlu dicermati. Guru yang awalnya mungkin setengah hati atau bahkan kurang antusias terhadap PMM, setelah terpapar konten-konten negatif ini, bisa merubah perspektif mereka secara drastis. 

Resistensi yang semakin kuat dari kalangan guru dapat berdampak negatif pada komitmen mereka untuk terus belajar dan memperbaharui kemampuan mereka. Ini menjadi perhatian serius, mengingat dunia pendidikan memerlukan penerimaan terhadap inovasi untuk terus mencapai perubahan yang (dinilai) positif.

Harapannya, pemahaman yang lebih mendalam mengenai PMM dapat membuka ruang diskusi yang konstruktif, memfasilitasi pemahaman yang lebih baik, dan mengembangkan dukungan secara luas dari kalangan guru dalam menghadapi tantangan pendidikan modern seperti yang sama-sama kita rasakan.

Masih adanya guru yang gagap teknologi (gaptek)

Di seluruh wilayah Indonesia, fenomena guru senior berusia lanjut yang mendekati masa pensiun masih menjadi realitas yang signifikan di dunia pendidikan. Di setiap sekolah, kita seringkali menemukan guru senior yang mungkin belum sepenuhnya akrab dengan teknologi, atau sering disebut sebagai "gaptek". 

Meskipun mereka mungkin sudah cukup mahir dalam mengirim pesan di WhatsApp atau melakukan panggilan telepon, namun keterampilan teknologi mereka sebenarnya masih rendah dan mungkin hanya sebatas update status di media sosial.

Kondisi ini menjadi semakin menarik ketika Platform Merdeka Mengajar (PMM) hadir sebagai inovasi pendidikan di Indonesia. PMM, dengan segala fitur dan fungsinya, disinyalir telah menjadi pemicu untuk meningkatkan keterampilan teknologi di kalangan guru, terutama bagi mereka yang termasuk dalam kelompok senior.

Sekilas tampaknya paradigma guru senior yang "gaptek" akan menjadi hambatan serius terhadap adaptasi mereka terhadap PMM. Namun, melalui proses yang berkelanjutan, banyak guru senior ternyata mampu mengatasi tantangan ini. 

Kehadiran PMM mendorong mereka untuk memahami, belajar, dan menguasai teknologi secara lebih lanjut.

Meskipun awalnya mungkin merasa canggung atau tidak terbiasa dengan berbagai fitur PMM, banyak guru senior yang berhasil mengatasi ketidaknyamanan tersebut. 

Mereka belajar untuk mengutak-atik aplikasi, belajar bersama dengan guru yang lebih muda, dan akhirnya meningkatkan kompetensi mereka dalam mengintegrasikan teknologi ke dalam metode pengajaran.

Dari gaptek menuju paham tentang penerapan teknologi dalam pembelajaran, banyak guru senior membuktikan bahwa semangat belajar tidak mengenal usia. 

Hingga akhirnya menciptakan lingkungan belajar yang inklusif dan memberdayakan untuk semua kalangan guru.

Infrastruktur digital belum memadai di pelosok Indonesia

Meskipun dunia teknologi semakin maju, nyatanya akses internet di pelosok Indonesia masih jauh dari ideal. Sehingga memunculkan serangkaian tantangan bagi pendidikan di era digital. 

Realitanya, masih banyak wilayah yang belum terjangkau oleh jaringan internet yang berkualitas, akhirnya memaksa guru di pedalaman untuk menjangkau sinyal dengan cara yang tidak lazim, seperti manjat pohon, naik bukit, atau mencari daerah yang tinggi.

Kisah nyata ini menjadi catatan penting saat membahas mengapa sebagian guru di pelosok enggan untuk mengakses fitur-fitur di Platform Merdeka Mengajar (PMM) secara intensif. 

Bukan karena mereka tidak mau, melainkan karena keterbatasan koneksi internet yang disebabkan jaringan hilang-timbul dengan frekuensi yang tidak dapat diprediksi.

Kondisi ini menciptakan tantangan serius bagi pendidikan di daerah terpencil. Guru yang berdedikasi untuk memberikan pendidikan berkualitas kepada anak-anak di pedalaman seringkali harus berhadapan dengan rintangan sebelum mereka dapat menggunakan PMM sepenuhnya. 

Internet yang tidak stabil menjadi penghambat bagi implementasi dan efektivitas dari adanya PMM ini.

Akan tetapi di balik tantangan ini, kita juga melihat semangat dan tekad para guru di pelosok yang tetap berusaha mengatasi kendala teknologi. Meskipun harus berhadapan dengan kenyataan yang sulit.

Banyak dari mereka menemukan solusi kreatif dan tekad kuat untuk memberikan pendidikan terbaik bagi anak didik.

Sementara PMM bertujuan untuk menyatukan pendidik di seluruh Indonesia, tantangan ini menjadi pengingat akan pentingnya investasi dalam penyediaan infrastruktur internet yang merata di seluruh negeri.

Supaya tidak ada lagi guru yang harus "manjat pohon" untuk mendapatkan sinyal dalam upaya memberikan pendidikan yang setara dan berkualitas bagi anak didik tercinta.

Untuk meningkatkan kemahiran guru menjalankan tugas mengajar, diperlukan proses peningkatan kompetensi lewat pelatihan-pelatihan. (foto Akbar Pitopang
Untuk meningkatkan kemahiran guru menjalankan tugas mengajar, diperlukan proses peningkatan kompetensi lewat pelatihan-pelatihan. (foto Akbar Pitopang

Salah kaprah tentang tanggung jawab mengajar 

Dalam dinamika pendidikan yang terus berkembang, muncul pandangan dari sebagian guru yang lebih memilih fokus pada inti tugas pokok, yaitu mengajar. Mereka berpendapat bahwa tugas guru seharusnya fokus pada proses belajar mengajar dan interaksi langsung dengan peserta didik. 

Mereka masih suka membandingkan dengan kondisi di masa kurikulum yang lama bahwa tugas guru hanyalah mengajar dan tidak banyak tugas tambahan seperti sekarang. Ini memunculkan nostalgia terhadap tanggung jawab yang dianggap lebih sederhana.

Dikarenakan perubahan zaman dan semakin pintarnya peserta didik zaman now akhirnya telah menuntut adanya penyesuaian dalam profesionalitas guru. 

Keberhasilan dalam mendidik tidak hanya bergantung pada kemampuan mengajar, tetapi juga pada kemampuan guru untuk tetap relevan dan mampu menghadapi perubahan dan berbagai tantangan proses mengajar. 

Inilah alasan mengapa guru dihadapkan pada tuntutan untuk terus meningkatkan kemampuan mereka, terutama di era digital dan teknologi informasi saat ini. 

Peningkatan kemampuan guru tidak hanya membantu mereka menjaga profesionalitas, tetapi juga memberikan kontribusi besar terhadap kualitas pendidikan secara keseluruhan.

Platform Merdeka Mengajar (PMM) hadir sebagai solusi dalam mengatasi rasa enggan guru terhadap pelatihan. Dengan PMM, guru (seharusnya) dapat mengakses materi pelatihan secara fleksibel, sesuai dengan jadwal dan ketersediaan waktu masing-masing. 

Hal ini memungkinkan guru untuk tetap terlibat dalam proses pengembangan diri tanpa harus meninggalkan tugas utama mereka sebagai pendidik yakni mengajar.

Meski sudah tersedia fasilitas seperti PMM, keterlibatan guru dalam proses pembelajaran dan pengembangan diri masih sangat tergantung pada kemauan dan komitmen masing-masing guru. 

PMM bukanlah solusi mutlak, melainkan sarana yang dapat memberikan dukungan bagi guru yang berkomitmen untuk terus belajar dan meningkatkan kualitas pengajaran. 

Akhirnya, ada yang harus diungkapkan dengan tegas, jika seorang guru malas untuk belajar lewat PMM, pertanyaannya adalah, siapa yang akan rugi?

Pergeseran paradigma orientasi pelatihan untuk berburu sertifikat 

Sebelum adanya Platform Merdeka Mengajar (PMM), pelatihan bagi guru merupakan suatu hal yang sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari pengembangan profesionalisme. 

Namun, perlu dipahami bahwa tujuan utama ikut pelatihan seharusnya lebih berorientasi pada peningkatan kompetensi, kemampuan, dan keterampilan guru dalam memberikan pengajaran, serta memberikan kontribusi positif terhadap kemajuan dunia pendidikan.

Sertifikat, yang kerap dianggap sebagai bonus atau insentif, sebenarnya hanya sebatas pengakuan formalitas atas partisipasi guru dalam pelatihan tersebut. Fungsinya mungkin untuk kenaikan pangkat, proses penilaian kinerja, penerimaan penghargaan/pengakuan atas dedikasi dan prestasi guru dalam mengembangkan diri.

Esensi utama dari ikut pelatihan seharusnya tetap berakar pada niat untuk mencari ilmu dan meningkatkan kualitas pengajaran. 

Nah, seiring dengan kemajuan teknologi, pelatihan online (baca: Pelatihan Mandiri) yang dipersembahkan oleh PMM memberikan alternatif yang lebih fleksibel dan dapat diakses oleh guru tanpa harus mengorbankan tugas utama mereka.

Perlu disoroti bahwa guru yang meluruskan niat mereka untuk mencari ilmu, seharusnya tak terpengaruh oleh ada atau tidak adanya sertifikat. 

Pelatihan, baik secara offline maupun online, seharusnya menjadi wahana untuk memperkaya pengetahuan dan keterampilan guru. 

Lalu, sebuah paradoks muncul ketika niat utama telah berubah, dimana pelatihan dijadikan semata-mata untuk berburu sertifikat. Yang tanpa memperhatikan substansi materi dan dampak positifnya pada proses belajar mengajar.

Mari berkolaborasi, bukan berkecil hati. (koleksi Akbar Pitopang)
Mari berkolaborasi, bukan berkecil hati. (koleksi Akbar Pitopang)

Wasana kata

Dalam rangka memahami esensi pelatihan guru, artikel ini mencoba merangkum pentingnya menjaga fokus pada tujuan inti pelatihan, yaitu peningkatan kualitas kemampuan mengajar. 

Meskipun sertifikat sering dianggap sebagai bonus, namun tetap menjadi nilai tambah yang dapat meningkatkan motivasi dan daya tarik pelatihan di mata guru.

Pendekatan yang ditekankan dalam bahasan kali ini bertujuan untuk terus menjaga semangat belajar guru tetap menyala. 

Pelatihan bukanlah semata-mata hanya aktivitas yang dijalankan secara terpaksa, melainkan sebuah jalan untuk pertumbuhan profesional dan kontribusi positif terhadap dunia pendidikan.

Dengan fokus pada peningkatan kemampuan mengajar, pelatihan menjadi sarana bagi guru untuk terus mengasah keterampilan mereka dalam memberikan pengajaran yang berkualitas. 

Sertifikat, sebagai bentuk pengakuan, tidak hanya untuk penambah motivasi, tetapi juga menegaskan bahwa dedikasi dan upaya guru tetap diakui dan dihargai.

Harapannya, melalui kesempatan ini, guru yang mengikuti pelatihan di PMM dapat menjadi sebuah perjalanan yang memotivasi dan memberdayakan.

Sehingga guru tidak hanya beradaptasi dengan perkembangan pendidikan modern, tetapi juga ikut berperan aktif dalam menavigasi arah positif bagi dunia pendidikan di negeri ini.

Bagaimana menurut pandangan Bapak dan Ibu guru? 

Silahkan ditanggapi setuju atau tidak setuju, mari kita diskusikan..

***

Salam berbagi dan menginspirasi.
== Akbar Pitopang ==

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun