Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Guru - Berbagi Bukan Menggurui

Mengulik sisi lain dunia pendidikan Indonesia 📖 Omnibus: Cinta Indonesia Setengah dan Jelajah Negeri Sendiri terbitan Bentang Pustaka | Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta | Ketua Bank Sampah Sekolah | Teknisi Asesmen Nasional ANBK | Penggerak Komunitas Belajar Kurikulum Merdeka | Akun ini dikelola Akbar Fauzan, S.Pd.I

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Mengapa Banyak Guru Membenci Aplikasi PMM?

1 Februari 2024   13:29 Diperbarui: 1 Februari 2024   18:43 3728
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa alasan mendasar di balik adanya “negative campaign” tentang PMM yang begitu kencang ini?

Salah satu kemungkinan alasan adalah ketidakpahaman terhadap fungsi sebenarnya dari PMM. Sebagian guru mungkin belum sepenuhnya memahami bahwa PMM seharusnya menjadi wadah positif untuk memperkaya pengetahuan, wawasan, dan praktik baik untuk pembelajaran. 

Konten-konten anti-PMM yang banyak diminati di media sosial seringkali menyoroti sisi-sisi yang kurang diinginkan tanpa memberikan pemahaman menyeluruh mengenai manfaat yang bisa diperoleh.

Dampak dari kampanye anti-PMM ini juga perlu dicermati. Guru yang awalnya mungkin setengah hati atau bahkan kurang antusias terhadap PMM, setelah terpapar konten-konten negatif ini, bisa merubah perspektif mereka secara drastis. 

Resistensi yang semakin kuat dari kalangan guru dapat berdampak negatif pada komitmen mereka untuk terus belajar dan memperbaharui kemampuan mereka. Ini menjadi perhatian serius, mengingat dunia pendidikan memerlukan penerimaan terhadap inovasi untuk terus mencapai perubahan yang (dinilai) positif.

Harapannya, pemahaman yang lebih mendalam mengenai PMM dapat membuka ruang diskusi yang konstruktif, memfasilitasi pemahaman yang lebih baik, dan mengembangkan dukungan secara luas dari kalangan guru dalam menghadapi tantangan pendidikan modern seperti yang sama-sama kita rasakan.

Masih adanya guru yang gagap teknologi (gaptek)

Di seluruh wilayah Indonesia, fenomena guru senior berusia lanjut yang mendekati masa pensiun masih menjadi realitas yang signifikan di dunia pendidikan. Di setiap sekolah, kita seringkali menemukan guru senior yang mungkin belum sepenuhnya akrab dengan teknologi, atau sering disebut sebagai "gaptek". 

Meskipun mereka mungkin sudah cukup mahir dalam mengirim pesan di WhatsApp atau melakukan panggilan telepon, namun keterampilan teknologi mereka sebenarnya masih rendah dan mungkin hanya sebatas update status di media sosial.

Kondisi ini menjadi semakin menarik ketika Platform Merdeka Mengajar (PMM) hadir sebagai inovasi pendidikan di Indonesia. PMM, dengan segala fitur dan fungsinya, disinyalir telah menjadi pemicu untuk meningkatkan keterampilan teknologi di kalangan guru, terutama bagi mereka yang termasuk dalam kelompok senior.

Sekilas tampaknya paradigma guru senior yang "gaptek" akan menjadi hambatan serius terhadap adaptasi mereka terhadap PMM. Namun, melalui proses yang berkelanjutan, banyak guru senior ternyata mampu mengatasi tantangan ini. 

Kehadiran PMM mendorong mereka untuk memahami, belajar, dan menguasai teknologi secara lebih lanjut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun