Dalam situasi sulit seperti ini, bila sekolah dengan berani menghadapi kenyataan dan bertindak dengan tegas, maka sekolah dapat membangun kembali kepercayaan masyarakat dan menjaga reputasinya sebagai lembaga pendidikan yang peduli dan bertanggung jawab.
"Stop perundungan", jangan hanya jadi slogan sekolah!
Nah, akan tetapi saya heran mengapa banyak sekolah memilih sikap "pura-pura tidak tahu" apabila tengah berhadapan dengan sebuah masalah yang menyangkut reputasi nama baik sekolah tersebut.Â
Dalam beberapa kasus, pihak sekolah mungkin mengadopsi sikap "pura-pura tidak tahu" karena mereka merasa terjebak dalam dilema antara mengungkap kebenaran dan menjaga reputasi.Â
Sekolah, terutama yang swasta, memiliki kepentingan besar dalam menjaga citra positif mereka sebagai lembaga pendidikan berkualitas.Â
Pemberitaan negatif dapat berdampak pada pendaftaran siswa baru, dukungan finansial, dan bahkan eksistensi lembaga tersebut.Â
Dalam upaya untuk melindungi diri, sekolah mungkin memilih untuk merahasiakan atau meminimalisir dampak masalah yang terjadi.
Selain itu, mungkin ada kekhawatiran bahwa jika masalah tersebut terkuak ke hadapan publik maka dapat memicu reaksi beragam dari masyarakat, termasuk orangtua murid, alumni, dan apalagi para netizen.Â
Dalam beberapa kasus, ini bisa berujung pada aksi boikot, tuntutan hukum, dan atau penurunan reputasi secara signifikan.Â
Oleh karena itu, sekolah mungkin berusaha mengendalikan situasi melalui "jalan rahasia" dengan cara menyembunyikan informasi yang tersedia dan mencari penyelesaian supaya ada kesepakatan "damai".
Meskipun kita memahami seperti ada tekanan yang dihadapi oleh sekolah, akan tetapi transparansi dan akuntabilitas tetap menjadi nilai penting dalam bidang pendidikan.Â
Padahal dalam kasus-kasus tertentu, kerjasama antara sekolah dan orangtua murid dalam menyelesaikan masalah secara internal dapat menjadi solusi yang lebih baik daripada sekolah mencoba menyembunyikannya begitu saja.Â