Contohnya saja di awal masa pembelajaran guru semestinya melakukan asesmen diagnostik untuk mengelompokkan peserta didik sesuai kemampuannya.
Dengan begitu guru dapat memberikan PR yang berbeda antar peserta didik yang dapat ditingkatkan lagi secara bertahap.
Hal ini sangat penting untuk dilakukan guru agar peserta didik tidak menganggap PR sebagai sebuah beban atau tekanan batin yang akan berpotensi mempengaruhi kesehatan mentalnya.
Ini juga akan mempengaruhi tingkat kesulitan maupun jumlah PR tersebut. PR tidak perlu banyak asal memiliki manfaat dan tujuan yang jelas dan terukur.
2. Menjadikan PR sebagai wujud reflektif untuk penguatan karakter
Pemberian PR seharusnya dapat pula dijadikan wadah untuk merefleksikan cita-cita mulia pendidikan yakni untuk penguatan karakter peserta didik.
Pun pemberian PR tidak hanya sebatas untuk meningkatkan kemampuan kognitif namun PR juga bisa berikan guna mewujudkan kemampuan sosial maupun spiritual dari peserta didik.
Ketika di rumah peserta didik dapat merefleksikan apa yang tadi telah dipelajari di sekolah.
Orang tua dapat melihat keseriusan anak dalam mengerjakan PR yang dapat pula menjadi gambaran seperti apa keseriusan anak ketika di sekolah.
Jika ada hal-hal yang perlu diubah, ditingkatkan maupun diperbaiki dari gaya belajar anak maka orang tua bisa melakukan hal tersebut agar anaknya dapat mengikuti proses pembelajaran di sekolah dengan baik dan penuh tanggung jawab di masa-masa yang akan datang.
Kalau sebab itu PR masih relevan untuk diberikan kepada peserta didik sebagai bagian dari refleksi pembentukan karakter oleh orang tua dan keluarga kepada anak perasaan berada di rumah.