Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Guru - Berbagi Bukan Menggurui

Mengulik sisi lain dunia pendidikan Indonesia 📖 Omnibus: Cinta Indonesia Setengah dan Jelajah Negeri Sendiri terbitan Bentang Pustaka | Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta | Ketua Bank Sampah Sekolah | Teknisi Asesmen Nasional ANBK | Penggerak Komunitas Belajar Kurikulum Merdeka | Akun ini dikelola Akbar Fauzan, S.Pd.I

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Fenomena Quiet Quitting dan Quiet Firing di Dunia Pendidikan

23 September 2022   11:29 Diperbarui: 26 September 2022   09:51 779
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ketika pekerja mampu mengatasi quiet quitting, ketika dirumah pun ia bisa dengan sukarela bekerja dengan sukacita (PEXELS/ANDREA PIACQUADIO)

Kerabat kami ini merupakan seorang guru yang masih berstatus honorer. Sama seperti para honorer lainnya, ia selalu bekerja dengan penuh keikhlasan walau dipenuhi oleh berbagai rintangan dan tantangan dalam mengajar.

Di luar jam mengajar, ia seringkali mengerjakan pekerjaan tambahan yang diberikan oleh Kepala Sekolah maupun guru lain terkadang hal itu dirasa cukup memberatkannya.

Memang sih, Kepsek atau guru lain hanya minta bantuan tapi jika semuanya ia yang handle tentu juga akan menjadi keteteran.

Keadaan tersebut terus terjadi sehingga seringkali harus mengorbankan tenaga, waktu dan bahkan biaya.

Padahal gaji yang diterima tidak sebanding dengan banyaknya pekerjaan di luar jam mengajar yang sungguh menguras banyak aspek dan perlu pengorbanan untuk itu.

Semua guru honorer pasti memiliki niat mulia yakni untuk mencerdaskan kehidupan bangsa melalui upayanya dalam mengajar dan mendidik anak bangsa.

Namun, hanya saja pekerjaan yang harus dilakukannya di luar jam mengajar sungguh merepotkan. Belum lagi harus menyelesaikan administrasi dan perangkat pembelajaran seperti mengolah nilai dan sebagainya.

Walaupun di sekolahnya tersebut ada tenaga tata usaha (TU), namun karena ia memiliki keterampilan dan kompetensi yang mumpuni dan mampu menyelesaikan semua tugas dengan sangat baik dan memuaskan. maka dia lah yang sering "langganan" menyelesaikan berbagai tugas di sekolah tersebut.

Pun, apresiasi dan penghargaan yang diterimanya juga tidak sebanding dengan berbagai hal yang telah dikorbankan.

Gaji yang diterima dari sekolah tidaklah seberapa. Pembayaran gaji sebagai honorer pun dilakukan dalam masa 3 bulan sekali secara rapelan.

Sedangkan bentuk apresiasi dari sesama guru juga sangat kurang, jangankan memberi sedikit rupiah untuk mengelap keringat, ucapan terima kasih pun juga jarang ia terima.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun