Hal diatas memang sudah menjadi sebuah fenomena yang seringkali terjadi dan dialami oleh para tenaga honorer.
Tidak hanya di sekolah, di instansi lain seperti di lembaga pemerintahan pun juga terjadi hal semacam itu. sehingga fenomena "perbudakan" ini sudah menjadi rahasia umum namun minim tindak lanjut.
lingkungan kerja dengan praktek semacam itu memang sungguh tidak sehat dan itulah yang menjadi penyebab di kalangan tenaga honorer banyak yang pada akhirnya mengalami quiet quitting.Â
Banyak honorer yang untuk bertahan hidup memiliki "side job" misalkan berdagang atau punya online shop.Â
Ketika toksik quiet quitting telah menjangkiti para honorer maka mereka akan lebih gampang mengeluh dan berpengaruh kepada etos kerja yang selama ini telah terbangun dengan baik.
bagi anda yang di tempat kerjanya ada tenaga honorer, namun ketika dimintai bantuan ia banyak alasan dan enggan untuk melakukannya maka fenomena semacam itu sudah menjadi indikasi honorer tersebut sudah terkena quiet quitting.
Ketika dibiarkan berlarut-larut maka akan banyak tenaga honorer yang akan mengangkat "bendera putih" tanda menyerah akan keadaan.
Apalagi jika misalkan honorer melakukan komparasi dari segi gaji dimana mungkin saja pendapatan yang diperoleh melalui side job tadi lebih besar dibanding gaji sebagai honorer.
Jika kesempatan untuk berhenti itu sudah bulat, maka tenaga honorer akan melakukan tindakan resign dari pekerjaannya.
Dan itulah yang telah dilakukan kerabat kami yang sudah berhenti dari pekerjaannya akibat mengalami quiet quitting ini.Â
Walaupun sudah hampir 10 tahun bekerja dengan penuh kesabaran dan pengorbanan. Kini, ia fokus bekerja sesuai passion-nya yang lain yang sepertinya lebih "mensejahterakan".