Mohon tunggu...
Aji Putra
Aji Putra Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Satu langkah kecil akan mendekatkan kita kepada tujuan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Korban Politik Sholahudin Al Ayyuby

12 November 2010   20:30 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:40 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sholahudin membentak, "Akan tetapi kau memecah belah umat! kau katakan bahwa akan datang nabi lain setelah terutusnya Muhammad...

- "Anda berbicara tentang kekuasaan Alloh, sedangkan rakyat butuh seseorang yang membenarkan perkaranya dan mengurusi sumber-sumber kerusakannya, seterusnya di perintahkan untuk memperbaikinya, tak ada seorangpun yang tahu tentang sesuatu yang dapat menyingkap waktu"

Dengan suara lantang sang Sultan berkata:
'' Akan aku beberkan sesuatu yang dapat menyingkap waktu, laskar-laskar baru dari Romawi. Diwaktu kecerdasan dan perhatian rakyat kebanyakan sibuk dengan teka-teki ini, mereka menentukan pajak di negaranya dengan label "pajak Sholahudin", dengan dalih itu mereka kumpulkan tumpukan-tumpukan emas, menyiapakan ribuan laskar kuda, melelehkan puluhan ribu baju besi dan pedang, tidak pecah juga tidak retak, akan ada kapal-kapal yang yang tak dapat tenggelam, benteng-benteng yang tak mempan api. Bagaimana mungkin aku dapat menandingi semunya dengan pasukan yang kau dan kroni-kronimu menjadikannya terpecah belah dengan sendirinya?"

Sang Sultan diam, ia memunguti nafasnya yang berserakan dengan susah payah. Ia telah mengungkapakan kekhawatirannya dengan jelas, suatu pengungkapan yang tak kuasa ia lakukan sebelumnya di depan siapapun. Ia menjadi seseorang yang di landa kekhawatiran dan kecemasan sepanjang waktu, setelah peperangan demi peperangan ia tidak mampu mengembalikan dirinya sendiri sebagai orang yang mempunyai kemampuan untuk mengalahkan keraguan".

Syeikh berkata:
-" Manusia dalam keadaan membutuhkan seseorang yang akan membawanya dalam perdamaian, bukan yang menuntun ke dalam medan pertempuran seperti orang buta, jangan berteriak-teriak memanggil dalam kerumunannya, akan tetapi datangilah mereka dan ajaklah berbicara, sebuah perkataan, jika sempurna akarnya, juga dikukuhkan dengan kesucian jiwa, maka badan akan tergoncang bergetar"

Sang Sultan berbisik seakan takut memperdengarkan suaranya sendiri pada dirinya
" Jikalau aku keluarkan kau dari sini, apakah kau akan berbincang dengannya? Apakah kau mampu membariskan semuanya dibelakangku?"

-" Alloh berkuasa atas segala sesuatu, akan tetapi hati manusia bermacam-macam, ada yang mu'min ada pula yang kafir, apabila tuan bersikeras memaksa mereka maka mereka akan semakin menjauh..."

Sultan Sholahudin terbangun dari keadaan lemah yang merasuki jiwanya, seharusnya ia tidak ajukan pertanyaan itu padanya, tidak membuka titik kelemahannya dan tempat-tempat persembunyian kekhawatirannya. Ia berkata: " aku tidak mengetahui akhir dari semua permainan ini dengan kata-kata, akan tetapi kata-kata itu membebani singgasana anaku, dan tak ku biarkan kata-kata itu membebani pertempuranku dengan bangsa Romawi"

Lelaki itu membuka mulutnya tanpa berucap, Sultan mengitarinya dan segera keluar dari penjara, Carcush mendengar lengkingan suara kemarahan, ia bergidig, bergetar, Sultan berjalan hingga akhirnya sampai di luar tahanan, dibawah matahari yang terik, ia hempaskan dadanya seakan menghilangkan petang yang ada di dalamnya, dalam hati ia bergumam, " lelaki ini tidak melakukan banyak kesalahan, akan tetapi ia datang pada saat yang tidak tepat". Ia menoleh, memandang Carcush lekat-lekat.
CEPAT KAU BUNUH DIA!

Carcush berkata dalam ketakutan:
" Sendiko dawuh tuanku, akan tetapi saya takut memandang kedua matanya...."

Sang Sultan memandanginya, ini bukan Corcush yang selama ini beliau kenal, bukan pula anaknya, sebagaimana pula sultan yang sekarang ini bukan sultan yang sebenar-benarnya, beliau wajib memutuskan arus agar banjir tidak meluap kemana-mana, beliau berkata:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun