Mohon tunggu...
Aji Putra
Aji Putra Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Satu langkah kecil akan mendekatkan kita kepada tujuan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Korban Politik Sholahudin Al Ayyuby

12 November 2010   20:30 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:40 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

" Anakku, lapar tidak jadi masalah, selagi pikiran masih terpaut pada kebesaran jagat raya ini, bilamana kau tundukan jiwa, beribadah diwaktu malam dengan khusyuk, berserah diri, maka kau akan secepat kilat menuju peraduan tersembunyi, maka bawalah aku kesana ya rab...., benamkanlah aku didalamnya, bentangkanlah aku, kemudian lipatlah."

Pengawal tidak memahami sesuatupun, ucapan syeikh sulit dicerna, barang tentu karena tipis dan segarnya, malahan sekeping sangkaan tersembul darinya bahwa syeikh merasa berdosa dan berhak mendapat ganjarannya. Lebih baik menjauh dan meninggalkan sang syeikh sendirian yang terlihat terbuai menekuri turunnya malam.

Sudah banyak daerah yang dilalui syeikh Suhrowardy sebelum sampai di kota yang jauh itu " Cairo ". Jauh sekali jarak antara beliau dengan pegunungan Persia. pada mulanya beliau turun ke Isfahan untuk belajar fiqh dan ushul syari'ah. Keluasan ilmunya tergambar pada orang-orang yang berada dalam ceruk-ceruk (ruwak) masjid, puluhan kitab dan catatan tertata pada tengah-tengah rak, sampai-sampai ditengah pengajiannya tidak mungkin dapat mencegah lalu lalang. Guru beliau - syeikh Fakhru Rozy - adalah guru para pengembara, beliau tidak mencegah orang lalu lalang diantara ceruk-ceruk masjid padahal beliau sedang mengajarkan pokok-pokok filsafat.

Sempurna, seperti halnya guru besar Ibnu Sina yang mengambil metode-metode filsafatnya dari aristoteles, seorang filosof awal. Dari selayang pandang ini, di ketahui bahwa pengetahuan tidak tersusun kecuali dari celah-celah pergerakan, semakin banyak pengetahuannya berlipat ganda pula pertanyaannya, setiap jawaban memunculkan pertanyaan baru, perlombaan-perlombaan (debat) itu mengingatkannya pada gurunya, beliau bergumam:

" Bahaslah pertanyaan-pertanyaanmu dalam rimba raya ini, niscaya tiada memberimu kepuasan kecuali jawaban akhir pada keragu-raguan."

Dari Isfahan naik ke dataran tingi Anatholia, mukobalah dengan ahli tasawuf di DIYAR BAKR, dari mereka sang syeikh belajar agar menghabiskan seluruh malam dalam keadaan terjaga, mengintip isarat-isarat alam dan perputaran cakrawala. Di Mardiny, beliau memutuskan beribadah dalam pondok-pondok pertapa, bersekutu dengan para darwisy dalam meratapi malam-malam panjang bilamana terbit bulan baru, kemudian setelah itu turun bersama air sungai Furot, yang arus derasnya bermuara pada satu tujuan. mengelilingi pelataran daerah Damsyik lama, daerah yang lekat dengan luka-luka peperangan yang tak berkesudahan dengan tentara salib. Beliau duduk di bawah sokoguru terdepan dalam masjid Umawy, disekelilingnya melingkar orang-orang yang haus ilmu. Dari situlah berita tentang syeikh terdengar sampai telinga penguasa Aleppo, Al Malik Al Dzofir bin Sultan Sholahudin. Al malik memohon dan mengundang beliau agar berkenan memasuki kerajaan sehingga ia dapat menimba ilmu, dan sang syeikhpun masuk dalam penjagaan dan perlindungannya.

"Apakah kesanggupan beliau memenuhi undangan sang penguasa merupakan kesalahannya yang agung, puncak pertemanan dengan sang penguasa yang menjadikannya goyah dalam menuju gerbang perjalanan abadi?"
"Ataukah kesalahannya adalah  ketika mengganti gombal kezuhudan dengan jubah kekuasaan?"

PENJARA

Malam telah larut, obor-obor tetap dinyalakan pada tempat pembangunan, para pekerja bergantian tiada henti memindahkan bebatuan, mereka berjalan dalam keadaan setengah tidur. Gemuruh ter dalam ketel memecah kesunyian, panasnya berasal dari tumpukan batu kapur yang disiram air. Carcush masih terjaga, disekelilingnya arsitek-arsitek hebat dan mandor-mandor, ia selalu memikirkan penghuni sekaligus penjara yang disiapkan khusus untuknya, siapakah dia?
- salah satu dari panglima Romawi?
Kalau di siapakan untuknya, harus temboknya tinggi dan panjang supaya dapat menanggulangi serangan apapun yang mungkin di lakukan bala tentara Romawi
- Ataukah pendurhaka dari sisa-sisa dinasti Fatimiyah?
Mencegah mereka kabur mustahil rasanya kecuali dengan menggali lorong panjang bawah tanah yang memungkinkan mereka masuk tanpa dapat keluar. Ini sesuai, watak mereka senang bersembunyi.
- Atau pula tanggunganku adalah para penghisap dari Asia jauh?
Yang paling tepat bagi mereka adalah penjara dengan udara panas mencekik, supaya berlawanan dengan udara tempat asal mereka yang dingin. Akibatnya mereka tidak dapat merancang strategi, tidak juga berlari menuju peperangan.

Carcush ingin memuaskan hati sang Sultan, hanya saja ia tak berpengalaman dalam membangun penjara. Ia membangun beberapa bangunan, karena ia belum pernah menjumpai penjara mutakhir. Penjara selama ini ya itu-itu saja, bagian dari relief-relief alam, seperti pegunungan,  goa, lorong-lorong, seperti keadaannya sejak ribuan tahun yang lalu. Ia tidak langsung menerima rancangan dari arsitek yang menyodorkan gagasannya. Berharap ada arsitektur bangunan yang belum pernah ada sebelumnya.

Lama Carcush memikirkan, sampai ia tak lagi dapat berpikir. Orang-orang disekelilingnya mengamati dengan seksama. Akhirnya ia berkata:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun