Ibu membalas pelukan Janita. Ada rasa lega karena bisa menumpahkan segalanya. Jika bukan karena reuni, pasti masih ada yang mengganjal di hatinya. Janita pun begitu, jika bukan karena reuni ibu dan teman-temannya, pasti dia takkan menyadari kekurangannya sebagai anak.
Sejak lulus sekolah, ibu langsung menikah dengan ayah. Kemudian ibu mengandung dan melahirkan Janita. Ayah mulai sering main perempuan. Janita sering melihat keributan antara ayah dan ibu. Ayah sering memukul ibu. Sampai akhirnya seorang perempuan datang mengaku sudah mengandung anak ayah. Dan ayah memutuskan untuk keluar dari rumah dan menceraikan ibu. Janita berusaha melupakan kejadian itu dan dia berhasil. Tapi ternyata itu tak mudah untuk dilakukan oleh ibu. Ingatan tentang ayah begitu melekat sempurna. Mungkin karena ibu memang tidak pernah keluar rumah dan berinteraksi dengan orang lain. Dan dengan adanya reuni-reuni yang ibu ikuti, Â ibu hanya ingin mengenang masa-masa sekolah dulu saat hidupnya masih belum dihinggapi masalah yang menyita kebahagiaannya. Dan seharusnya Janita peka akan hal itu. Â
"Ibu akan tetap menjadi ibumu, Jan. Tidak akan ada yang bisa mengubah itu. Tapi kau harus tahu, ibu nggak bisa selamanya ada. Kamu perlu mengurus dirimu sendiri. Kamu perlu bertanggung jawab pada hidupmu. Ibu menyayangimu selalu, Jan."
Janita tak bisa berkata-kata lagi. Pelukkan ibu dan kata maaf darinya adalah hal ternyaman dalam hidupnya.Â
"Terima kasih untuk segalanya, bu."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H