Janita pun memutuskan untuk tidur, walaupun perasaannya masih tidak tenang. Dia yakin ibunya bisa menjaga diri.
*
Pukul 7 pagi Janita bangun dari tidurnya karena suara alarm hp yang disetelnya dengan volume paling besar. Janita cepat-cepat turun ke lantai bawah. Keadaan masih sama seperti semalam. Senyap. Tidak ada bau roti bakar atau nasi goring seperti biasanya. Atau segelas susu putih dan the manis hangat buatan ibu.
"Ibu nggak pulang?"
Janita mendekat ke arah kulkas. Sebuah kertas tersemat di sana.
"Jan, ibu ada urusan sama teman-teman SMA untuk acara reuni akbar. Hari ini ada penggalangan dana untuk acara itu. Ibu ditunjuk jadi salah satu panitia. Maaf ibu nggak bangunin kamu. Ibu juga nggak sempat siapkan sarapan buat kamu."
"Bulan lalu reuni teman-teman kecil di dekat rumah nenek, 2 minggu lalu reuni teman SMP, seminggu yang lalu ulang tahun teman SD, semalam reuni teman SMA, hari ini penggalangan dana. Besok-besok apalagi, bu?" balas Janita spontan.
Sepagi ini Janita sudah dibuat emosi oleh ibu. Gadis itu mengambil air minum dalam kulkas, kemudian membanting pintu kulkas hingga beberapa hiasan magnetnya terjatuh ke lantai. Janita melirik kea rah jam dinding. Sisa satu jam lagi dia harus menyiapkan semuanya sebelum menuju ke lokasi gathering. Biasanya ibu yang selalu membantunya. Â Janita hanya tinggal membawanya saja tanpa perlu memeriksa kembali.
Janita kewalahan menyiapkan barang bawaannya. Dan jam terus bergerak. Akhirnya Janita mencoba menghubungi Rinda, teman sekantornya.
"Rin, kalau nanti ada yang ketinggalan, gue pinjem punya loe dulu, ya. Nyokap gue nggak di rumah. Jadi bingung nih mau nyiapin apa aja."
"Dasar anak emak, lo. Mandiri donk, Jan. Mau sampai kapan?"