*
Tepat di jam makan siang, Janita menerima pesan dari ibu di whatsapp.
"Jan, malam ini ibu ada reuni dengan teman-teman SMA. Acaranya di rumah tante Ika. Ibu belum masak apa-apa. Kamu nanti beli aja, ya? Ibu usahakan pulang nggak terlalu malam."
Janita enggan membalas pesan dari ibu. Rasa kesalnya sudah hampir sampai di ubun-ubun. Bahkan di saat dirinya akan menginap di luar kota pun ibu sama sekali tidak peduli. Janita sampai curiga, ibu ada affair dengan salah satu teman SMA-nya.
Sejak ayah pergi, Janita dan ibu memang hanya tinggal berdua. Kegiatan Janita di luar rumah membuatnya merasa lebih baik. Minimal Janita tidak perlu melihat ibu yang masih suka mengingat ayah hingga menangis berjam-jam dalam kamar. Janita mau ibu melupakan ayah. Kemudian memulai hidup yang baru bersamanya. Tapi ternyata sikap Janita justru membuat ibu tidak nyaman. Ibu merasa Janita terlalu memaksanya. Biar bagaimanapun, Janita adalah anak, ada batas-batas yang tidak bisa ia lewati begitu saja.
Sekalipun mereka hanya tinggal berdua bukan berarti tidak pernah bertengkar, mereka berdua kerap kali beradu mulut. Semua semata-mata karena apa yang Janita mau, berbeda dengan yang ibu harapkan. Begitupun sebaliknya. Dan tidak ada penengah di sini.
*
Sampai pukul 11 malam, ibu masih belum juga pulang dari acara reuninya. Janita mulai resah. Berulang kali ia mengirimkan pesan melalui whatsapp, tapi ibu tidak membalas. Janita mencoba menelepon, ibupun tidak mengangkatnya.
"Dimana ibu? Apa yang terjadi? Apa ponselnya hilang? Jatuh? Atau ada yang terjadi pada ibu?"
Puluhan kemungkinan terus berputar dalam otak gadis itu. Emosi, marah, takut, panik, berbaur jadi satu.
"Ah, sudahlah. Ibu pasti tidak peduli jika aku sepanik ini. Biar sajalah, nanti juga pulang." Gumam Janita dalam hati.