Mohon tunggu...
Aisyatul Fitriyah
Aisyatul Fitriyah Mohon Tunggu... -

mahasiswa ulul albab,berjiwa pancasila

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Dari 'Cha' untuk 'Nji'

7 November 2016   13:47 Diperbarui: 7 November 2016   13:53 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

      “Adik adik dengan kondisi psikologis yang seperti mereka itu bukan penyakit, Cha. Juga bukan kutukan, mereka adalah bagian dari beragam manusia unik yang  dicipta Tuhan sebagai renungan bagi kita untuk berfikir. Hanya cara memperlakukan mereka yang berbeda harus disesuaikan dengan kebutuhan mereka..”

      Aku tidak salah melangkah mendatangi rumah paman Gun dan bibi Fit. Disini bisa belajar banyak tentang ilmu kehidupan. Setelah berbulan bulan lamanya mendekam di Rumah Sakit, aku juga sakit secara psikologis di rumah bibi Fit dan paman Gun adalah tempat rehabilitasi mental yang tepat untukku. Aku menyadari selama ini hanya mengurung diri dan menangis di pojok kamar meratapi nasib yang sudah terlanjur terjadi.

                                                                                  # # #

      Di pusat kota terdapat bangunan bersejarah berupa Masjid Jami’ yang berusia ribuan tahun. Bangunan megah ini memiliki sisi arsitektur yang sangat unik karena mengungkap empat peradaban etnis. Diantaranya Tionghoa, Eropa, Jawa, dan Madura sendiri. Selain itu juga dilengkapi lonceng raksasa yang berbunyi setiap jam sesuai dengan waktu. Tak jauh dari Masjid terdapat taman Adipura yang merupakan ikon khas kota Sumenep. Ada yang unik jika menikmati akhir pekan di taman ini karena pengunjung akan disuguhi beragam pertunjukan kesenian budhaya. Tempat berkumpulnya para seniman dan budhayawan saling bercengkerama. Muda-mudi tak hanya disibukkan pacaran di pojokan tapi mereka lebih antusias menyalurkan bakat seninya. Ada pula yang belajar langsung pada sang maestro yang dapat ditemui di Stand masing masing sesuai bidang seninya.

      Lebih menariknya lagi disana juga terdapat panggung beragam pertunjukan. Seperti pertunjukan teatrikal, komedi, tari, menyanyi, pantomime, monolog serta beragam kreativitas kesenian lainnya. Malam ini aku mengunjungi taman Adipura untuk pertama kalinya. Aku sangat terhibur dengan sajian pertunjukan seniman seniman kreatif itu. Aku tercengang ketika menyaksikan pertunjukan “Musik Mulut” atau semacam perkusi tradisional yang semua pemusiknya orang Tunanetra. Mereka memainkan irama dengan sangat kompak. Menurut cerita paman Gun kesenian Musik Mulut dahulu sangat populer di kalangan masyarakat Sumenep. Cara memainkannya butuh keahlian khusus karena bunyi dihasilkan dari rongga ucap seperti bibir, lidah, dan tenggorokan.

      Pertunjukan berikutnya tak kalah membuatku takjub. Benar benar takjub… Penampilan seorang pemuda yang bisa kutebak masih seumuran denganku. Dia memasuki arena pertunjukan dengan auranya yang karismatik, kemudian menebar senyum pada penonton yang bersorak memanggil namanya. Ternyata pemuda rupawan itu bernama Dutta. “Sebuah puisi karya seniman sekaligus budhayawan lokal yang pasti kita kenal D. Zawawi Imran, IBU….”

kalau aku ikut ujian lalu ditanya tentang pahlawan

namamu, ibu, yang kan kusebut paling dahulu

lantaran aku tahu engkau ibu dan aku anakmu

bila aku berlayar lalu datang angin sakal

Tuhan yang ibu tunjukkan telah kukenal

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun