Mohon tunggu...
Aisyatul Fitriyah
Aisyatul Fitriyah Mohon Tunggu... -

mahasiswa ulul albab,berjiwa pancasila

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Dari 'Cha' untuk 'Nji'

7 November 2016   13:47 Diperbarui: 7 November 2016   13:53 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

      “Nak Pancha jangan pernah bertanya tentang lukisan ini pada Panji. Agar dia tidak semakin larut dalam duka. Kecuali kamu bersedia menjadi penawar lukanya” bibi Nun kemudian berlalu dari hadapanku dengan sungging senyumnya yang indah.

      Sesaat setelah itu aku bergegas pulang. “… kecuali kamu bersedia menjadi penawar lukanya” aku mengulangi ucapan bibi Nun dalam benakku. Perhatianku beralih melihat paman Gun tergopoh gopoh menghampiriku. Napasnya tak beraturan seperti habis berlari keliling lapangan. “Ada apa paman?” tanyaku.

            “Dia mencarimu di rumah !!”

      Paman tidak mengatakan padaku siapa  gerangan yang menceriku di rumah. Aku bergegas mempercepat langkah penasaran ingin tahu. Dan… Kejutan apalagi ini Tuhan?

      Pandu orangnya. Dia duduk di teras rumah paman Gun. Aku tak dapat berbuat apapun. Hanya diam mematung statis di teras yang sama. Dia juga bungkam seribu bahasa tak memulai pembicaraan. Dalam benakku masih tersisa rasa rindu dibalik amarah yang tak kunjung padam. Tapi aku belum siap bertemu dengannya saat ini. Rentetan pertanyaan di benakku sudah lama mengendap dan basi untuk kembali diutarakan sekarang.

      “Apa kabar, Cha?” akhirnya Pandu memulai percakapan. Dan itu kata pertama yang kudengar setelah kata yang ia bisikkan di Stadion beberapa tahun kemarin. “Maaf aku datang terlambat, seharusnya aku datang lebih awal..”

      “Lebih baik tidak perlu datang sama sekali, pandu” tukasku ketus.

      “Panchaa…”

      “Kamu kemana saja selama ini, Pandu? Kamu menghilang dariku. Setelah kecelakaan aku membutuhkan keberadaanmu, tapi kamu raib dari hidupku. Selama masa pemulihan dan terapi di Rumah Sakit aku butuh penguatan positif darimu” aku mulai larut dalam emosi dan tak sanggup menahan airmata. “Aku kira kamu akan datang ke rumahku, aku menunggumu dan menangis di pojok kamar karena kamu tak kunjung datang. Apa itu definisi setia?” aku berteriak di depan mukanya. Amarahku mencapai puncaknya dan aku katarsis sepuasnya.

      “Aku bisa menjelaskan padamu Cha. Waktu itu aku benar benar menunggumu di garis finish, ketika melihatmu terjatuh, aku berlari mendekat tapi petugas medis lebih cepat menolongmu. Ketika aku datang ke Rumah Sakit aku tidak diperkenankan bertemu denganmu penjagaan sangat ketat, Cha. Kemudian aku mendapat kesempatan mengikuti marathon di Brazil, aku tinggal disana selama dua tahun. Setelah kembali dan mendatangi rumahmu, kau sudah tidak disana”

      “Cukup tak ada perlu dijelaskan lagi, aku sudah merasa baik baik saja tanpamu”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun