Mohon tunggu...
A Iskandar Zulkarnain
A Iskandar Zulkarnain Mohon Tunggu... Bankir - SME enthusiast, Hajj and Umra enthusiast, Finance and Banking practitioners

Iskandar seorang praktisi Keuangan dan Perbankan yang berpengalaman selama lebih dari 35 tahun. Memiliki sejumlah sertifikat profesi dan kompetensi terkait dengan Bidang Manajemen Risiko Perbankan Jenjang 7, Sertifikat Kompetensi Manajemen Risiko Utama (CRP), Sertifikat Kompetensi Investasi (CIB), Sertifikat Kompetensi International Finance Management (CIFM) dan Sertifikat Kompetensi terkait Governance, Risk Management & Compliance (GRCP) yang di keluarkan oleh OCEG USA, serta Sertifikasi Kompetensi Management Portofolio (CPM). Iskandar juga berkiprah di sejumlah organisasi kemasyarakatan ditingkat Nasional serta sebagai Ketua Umum Koperasi Syarikat Dagang Santri. Belakangan Iskandar juga dikenal sebagai sosok dibalik kembalinya Bank Muamalat ke pangkuan bumi pertiwi.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Kenaikan PPN 12% Selektif untuk Barang Mewah, Strategi Keadilan Pajak

6 Desember 2024   07:10 Diperbarui: 6 Desember 2024   07:11 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

6. Kesenjangan Infrastruktur dan Teknologi

Penerapan kebijakan pajak barang mewah yang efektif membutuhkan dukungan infrastruktur dan teknologi yang memadai untuk memantau transaksi dan mengidentifikasi barang yang termasuk dalam kategori mewah. Di beberapa daerah, keterbatasan infrastruktur ini dapat menjadi hambatan, sehingga menciptakan potensi ketidakseimbangan dalam implementasi kebijakan di tingkat nasional.

7. Potensi Penurunan Konsumsi Barang Mewah

Kenaikan PPN dapat mengurangi konsumsi barang mewah, terutama untuk kategori barang tertentu yang elastis terhadap perubahan harga, seperti perhiasan atau kendaraan premium. Hal ini dapat berdampak pada sektor-sektor terkait, seperti distribusi dan ritel, yang mengandalkan penjualan barang mewah untuk menopang pendapatan.

8. Tantangan dalam Pengawasan dan Penegakan Hukum

Implementasi kebijakan ini membutuhkan pengawasan yang intensif dan penegakan hukum yang tegas terhadap pelanggaran. Namun, tantangan seperti keterbatasan sumber daya manusia, kurangnya koordinasi antarinstansi, dan potensi korupsi dalam pengawasan dapat menghambat keberhasilan kebijakan ini.

9. Ketimpangan Akses Informasi

Kurangnya sosialisasi mengenai kebijakan ini dapat menciptakan ketimpangan informasi, baik di kalangan pelaku usaha maupun konsumen. Pelaku usaha kecil atau menengah yang bergerak di segmen barang premium mungkin mengalami kesulitan menyesuaikan diri dengan perubahan tarif pajak, sehingga mereka membutuhkan dukungan dan pendampingan dari pemerintah.

10. Ketergantungan pada Barang Impor

Sebagian besar barang mewah di Indonesia merupakan produk impor. Kenaikan tarif pajak pada barang-barang ini dapat memperburuk ketergantungan terhadap barang impor, terutama jika industri dalam negeri belum mampu menyediakan alternatif barang premium dengan kualitas serupa. Hal ini memerlukan kebijakan tambahan untuk mendukung pengembangan industri barang mewah lokal.

11. Pengaruh pada Investasi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun