Penghapusan Piutang Macet UMKM: Tantangan bagi UMKM Unbanked dan Unbankable
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) memainkan peran sentral dalam perekonomian Indonesia.
Berdasarkan data dari Kementerian Koperasi dan UKM, sektor UMKM menyumbang lebih dari 60% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dan menyediakan hampir 97% lapangan kerja di seluruh Indonesia.
Di tengah kontribusinya yang besar, UMKM seringkali menghadapi tantangan finansial, terutama terkait akses pembiayaan formal.
Salah satu persoalan mendasar yang menghambat keberlanjutan bisnis UMKM adalah tingginya angka piutang macet, yaitu utang yang gagal dibayar akibat penurunan pendapatan atau kesulitan likuiditas.
Fenomena piutang macet ini menjadi beban berat bagi pelaku UMKM yang bergantung pada kredit untuk menjalankan dan mengembangkan usaha mereka.
Di tengah upaya pemulihan ekonomi pascapandemi, pemerintah berupaya memberikan stimulus bagi sektor UMKM melalui kebijakan penghapusan piutang macet.
Kebijakan ini diharapkan dapat menjadi angin segar bagi UMKM yang terdampak pandemi, terutama bagi yang sudah memiliki pinjaman perbankan namun mengalami kesulitan dalam melunasi kewajiban mereka.
Dengan menghapus piutang macet, pemerintah bertujuan mengurangi beban finansial UMKM, membantu mereka untuk kembali beroperasi, dan memperbaiki cash flow untuk pertumbuhan bisnis.
Namun, penghapusan ini bukan tanpa tantangan---salah satunya adalah risiko moral hazard di mana pelaku usaha mungkin mengandalkan kebijakan ini di masa depan.
Lebih lanjut, kebijakan penghapusan piutang macet ini berpotensi meninggalkan kelompok UMKM yang tergolong unbanked (belum memiliki akses ke layanan keuangan formal) dan unbankable (belum memenuhi kriteria perbankan untuk mendapatkan pinjaman).
Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan bahwa hampir 70% UMKM masih masuk dalam kategori unbanked atau unbankable. Artinya, sebagian besar UMKM tidak dapat memanfaatkan kebijakan ini karena tidak memiliki keterkaitan dengan lembaga perbankan.
Kelompok UMKM yang unbanked biasanya menghadapi kendala geografis, minimnya literasi keuangan, atau keterbatasan teknologi.
Sementara itu, UMKM yang unbankable sering kali dinilai berisiko tinggi oleh perbankan akibat kurangnya agunan atau catatan kredit yang kurang memadai.
Penghapusan Piutang Macet UMKM: Alasan dan Dampak
Penghapusan piutang macet UMKM bertujuan memberi nafas baru bagi usaha yang terdampak oleh kesulitan ekonomi dan memiliki piutang yang tidak terbayarkan.
Dalam situasi seperti pandemi atau krisis ekonomi, banyak UMKM yang mengalami penurunan pendapatan, sehingga penghapusan piutang ini dapat meningkatkan arus kas mereka, memungkinkan pemilik usaha untuk kembali berinvestasi atau melunasi kewajiban finansial lainnya.
Namun, penghapusan piutang ini memunculkan kekhawatiran terkait moral hazard, di mana UMKM lain mungkin akan lebih longgar dalam pengelolaan utang karena mengandalkan kemungkinan piutang dihapuskan di masa depan.
Oleh karena itu, pemerintah perlu menerapkan kriteria yang ketat untuk menentukan UMKM mana yang layak mendapatkan penghapusan piutang.
Tantangan bagi UMKM yang Unbanked dan Unbankable
Sementara penghapusan piutang macet dapat membantu sebagian UMKM, kebijakan ini tidak berdampak langsung pada UMKM yang unbanked atau unbankable.
UMKM yang unbanked adalah usaha yang belum menggunakan layanan keuangan formal, sementara UMKM yang unbankable dianggap berisiko tinggi oleh bank, seringkali karena kurangnya agunan atau catatan kredit yang baik.
Penghapusan piutang ini lebih relevan bagi UMKM yang memiliki pinjaman formal, sehingga UMKM yang masih bergantung pada modal pribadi atau pinjaman informal dengan bunga tinggi tidak memperoleh manfaat langsung.
Pemerintah perlu mempertimbangkan solusi inklusif lainnya, seperti memperkuat layanan keuangan mikro atau menciptakan skema pembiayaan yang lebih fleksibel untuk UMKM unbanked dan unbankable.
Solusi Inklusif bagi UMKM Unbanked dan Unbankable
Untuk menghadapi tantangan bagi UMKM yang unbanked dan unbankable, beberapa solusi inklusif dapat diterapkan untuk meningkatkan akses dan keterlibatan finansial mereka:
- Pengembangan Layanan Keuangan Mikro: Pemerintah dapat mendorong peran lembaga keuangan mikro dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR/S) untuk menyediakan pinjaman kecil tanpa agunan yang lebih fleksibel. Layanan keuangan mikro ini dirancang agar UMKM unbanked memiliki akses modal awal, sekaligus menciptakan catatan keuangan yang bisa digunakan untuk membangun kelayakan kredit di masa depan.
- Pemanfaatan Teknologi Finansial (Fintech): Layanan fintech seperti peer-to-peer (P2P) lending memberikan kesempatan bagi UMKM untuk mendapatkan pinjaman tanpa prosedur ketat yang seringkali diterapkan oleh bank. P2P lending ini dapat menjadi jalan keluar bagi UMKM unbanked untuk memperoleh akses modal. Meski demikian, pemerintah perlu melakukan pengawasan ketat agar bunga dan syarat yang ditawarkan tidak memberatkan pelaku usaha kecil.
- Penggunaan Innovative Credit Scoring (ICS): ICS adalah pendekatan berbasis teknologi untuk menilai kelayakan kredit UMKM yang tidak memiliki rekam jejak kredit tradisional. Melalui ICS, penilaian kredit dilakukan dengan memanfaatkan data non-tradisional seperti perilaku transaksi digital, data dari pemasok dan pembeli, serta aktivitas media sosial. Penggunaan ICS memungkinkan lembaga keuangan untuk mendapatkan pandangan yang lebih holistik terhadap profil risiko UMKM unbanked dan unbankable, sehingga mereka dapat lebih mudah mengakses pembiayaan formal tanpa syarat ketat. Hal ini memberikan kesempatan bagi UMKM untuk membangun reputasi kredit dan memperluas peluang bisnis.
- Program Penjaminan Kredit: Pemerintah dapat memperkuat program penjaminan kredit melalui lembaga-lembaga seperti Jamkrindo, yang berfungsi sebagai penjamin risiko bagi bank yang ingin memberikan kredit kepada UMKM dengan risiko lebih tinggi. Dengan adanya penjaminan kredit, bank lebih terdorong untuk menyalurkan pinjaman ke UMKM unbankable, karena sebagian besar risiko kredit ditanggung oleh lembaga penjaminan.
- Pendampingan dan Edukasi Keuangan: Rendahnya literasi keuangan seringkali menjadi salah satu hambatan bagi UMKM unbanked dan unbankable. Program pendampingan dan edukasi keuangan dapat membantu meningkatkan pemahaman UMKM tentang pengelolaan keuangan dan pencatatan transaksi yang baik. Dengan demikian, mereka dapat memperbaiki kelayakan kredit dan mempersiapkan diri untuk mengakses pembiayaan formal di masa depan.
- Kemitraan dengan Swasta dan BUMN: Pihak swasta dan BUMN dapat berperan dengan melibatkan UMKM dalam rantai pasok mereka, memberi pelatihan, serta memberikan pendampingan untuk meningkatkan kapasitas dan daya saing. Hal ini bisa menjadi bagian dari program Corporate Social Responsibility (CSR) yang berdampak pada keberlanjutan UMKM.
Sinergi Kebijakan untuk Keberlanjutan Sektor UMKM
Penghapusan piutang macet untuk UMKM yang sudah memiliki akses ke perbankan memang bisa menjadi langkah awal untuk meringankan beban mereka, namun kebijakan ini harus dilengkapi dengan solusi yang menyentuh seluruh lapisan UMKM.
Pemerintah perlu menciptakan ekosistem keuangan yang inklusif, di mana akses terhadap pembiayaan tidak hanya tersedia bagi UMKM yang sudah berhubungan dengan bank, tetapi juga bagi yang unbanked dan unbankable.
Salah satu langkah strategis yang dapat dilakukan adalah mendorong peran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam memfasilitasi penggunaan Innovative Credit Scoring (ICS) secara lebih luas untuk UMKM.
ICS memungkinkan bank dan lembaga keuangan lainnya melakukan penilaian risiko kredit dengan pendekatan berbasis data alternatif, yang mencakup data non-tradisional seperti transaksi digital, riwayat pembayaran utilitas, serta aktivitas di media sosial.
Penggunaan ICS ini bisa menjadi solusi penting bagi UMKM unbanked dan unbankable yang tidak memiliki riwayat kredit formal, tetapi memiliki data aktivitas bisnis yang menunjukkan kelayakan kredit.
Dengan dorongan dari OJK, penggunaan ICS dapat membantu mengurangi risiko kredit bagi UMKM yang baru pertama kali mengakses pembiayaan formal, sekaligus memberikan landasan yang lebih inklusif bagi UMKM untuk masuk ke ekosistem keuangan formal.
Sinergi kebijakan yang lebih luas juga dapat dilakukan dengan kolaborasi antara pemerintah, lembaga keuangan, fintech, dan institusi pendukung lainnya untuk menciptakan skema pembiayaan alternatif yang sesuai dengan karakteristik UMKM Indonesia.
Selain itu, penguatan program penjaminan kredit dan peningkatan literasi keuangan perlu menjadi bagian dari upaya jangka panjang untuk memperkuat UMKM dan menciptakan ketahanan ekonomi di seluruh sektor.
Sebagai kesimpulan, penghapusan piutang macet adalah kebijakan yang berpotensi memberikan manfaat besar bagi UMKM yang terhubung dengan perbankan.
Namun, kebijakan ini perlu dilengkapi dengan upaya untuk memperluas akses keuangan bagi UMKM yang unbanked dan unbankable agar semua lapisan UMKM dapat merasakan manfaat dari program peningkatan akses finansial.
Dengan pendekatan yang inklusif dan berkelanjutan, sektor UMKM diharapkan dapat tumbuh lebih kokoh, menjadi tulang punggung perekonomian nasional, dan berkontribusi lebih besar dalam pembangunan ekonomi Indonesia.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI