Lebih lanjut, kebijakan penghapusan piutang macet ini berpotensi meninggalkan kelompok UMKM yang tergolong unbanked (belum memiliki akses ke layanan keuangan formal) dan unbankable (belum memenuhi kriteria perbankan untuk mendapatkan pinjaman).
Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan bahwa hampir 70% UMKM masih masuk dalam kategori unbanked atau unbankable. Artinya, sebagian besar UMKM tidak dapat memanfaatkan kebijakan ini karena tidak memiliki keterkaitan dengan lembaga perbankan.
Kelompok UMKM yang unbanked biasanya menghadapi kendala geografis, minimnya literasi keuangan, atau keterbatasan teknologi.
Sementara itu, UMKM yang unbankable sering kali dinilai berisiko tinggi oleh perbankan akibat kurangnya agunan atau catatan kredit yang kurang memadai.
Penghapusan Piutang Macet UMKM: Alasan dan Dampak
Penghapusan piutang macet UMKM bertujuan memberi nafas baru bagi usaha yang terdampak oleh kesulitan ekonomi dan memiliki piutang yang tidak terbayarkan.
Dalam situasi seperti pandemi atau krisis ekonomi, banyak UMKM yang mengalami penurunan pendapatan, sehingga penghapusan piutang ini dapat meningkatkan arus kas mereka, memungkinkan pemilik usaha untuk kembali berinvestasi atau melunasi kewajiban finansial lainnya.
Namun, penghapusan piutang ini memunculkan kekhawatiran terkait moral hazard, di mana UMKM lain mungkin akan lebih longgar dalam pengelolaan utang karena mengandalkan kemungkinan piutang dihapuskan di masa depan.
Oleh karena itu, pemerintah perlu menerapkan kriteria yang ketat untuk menentukan UMKM mana yang layak mendapatkan penghapusan piutang.
Tantangan bagi UMKM yang Unbanked dan Unbankable
Sementara penghapusan piutang macet dapat membantu sebagian UMKM, kebijakan ini tidak berdampak langsung pada UMKM yang unbanked atau unbankable.