Mohon tunggu...
Aishah Wulandari
Aishah Wulandari Mohon Tunggu... Freelancer - Writing for legacy

Belajar Belajar Belajar Instagram @aishahwulandari

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Perjalanan Lelakiku

3 Desember 2024   11:14 Diperbarui: 3 Desember 2024   11:19 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

                      

Kupandangi rumah kecil yang telah aku tempati beberapa bulan ini, letaknya berada di kebun belakang tempat tinggal adikku. Kebun lumayan luas dengan bermacam tumbuhan. Ada manggis, mangga, rambutan, nangka, singkong, dan beberapa tanaman lainnya. Rumah khusus yang dibangun karena keberadaanku, sangat mendadak karena tidak ada lagi yang mau mengurusku. 

Takada lagi istri atau mantan istri yang dulu menemani. Anak-anakku pun tak ada yang mau melihatku. Bahkan ada yang tidak mengenali karena aku tinggalkan mereka semenjak bayi. Sekarang, hanya sendiri ditemani sepi. Pada akhirnya, adik-adikku yang dengan berat hati mau memberi tempat.

Masa laluku yang kelam, banyak menyakiti orang dan membuat banyak kaum hawa menitikkan air mata karena ulahku. Banyak jiwa tersakiti karena aku, begitu pun dengan orang tuaku. Segala permintaan harus terwujudkan. Egois, itulah aku. Mungkin, ini adalah perjalanan yang harus aku terima dan jalani setelah melalui masa muda dengan menebarkan banyak luka.

Orang-orang yang dahulu mengenalku, kini seolah tak peduli atau bahkan mungkin takut. Bisa jadi malah jijik. Badanku yang jarang mandi dan berbau tidak enak membuat siapa pun enggan mendekat. Namun, aku mengabaikan tatapan-tatapan menusuk itu. Buat apa? Biarkan saja mereka membenciku. Inilah aku dengan kondisiku.

* * *

Siang itu, aku menatap masakan sayur lodeh rebung yang dihidangkan bersama lauk ikan pindang dan tempe. Adik bungsuku yang selalu memasakkan setiap hari buatku. Aku meraih pindang, menikmatinya dengan sedikit nasi. 

Aku memuntahkan kembali makanan yang menurutku tidak enak. Lidahku merasakan hambar. Kucecerkan sayur lodeh ke lantai rumah. 

Aku tidak suka sayur lodeh ini, tidak enak, umpatku dalam hati. Memang tidak ada lodeh lain selain rebung?

Adik perempuanku yang baru saja masuk ke rumah, matanya memerah penuh amarah, sorot tajam menatap. Bibirnya mulai menguarkan nyanyian rock, menurut telingaku.

"Tolong, ya, Mas! Aku memasak semua ini tidak gratis! Jerih payah suamiku bekerja! Enak saja kamu membuangnya seolah sampah! Aku dan anak-anakku pun makan ini! Apa maksudmu? Kalau Mas tidak terima dengan yang kami berikan, silakan mencari orang yang mau memberi Mas makan gratis," cecar Adikku emosi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun