Mohon tunggu...
Ainur Rohman
Ainur Rohman Mohon Tunggu... Nelayan - Pengepul kisah kilat

Generasi pesisir

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kembali Pulang

1 November 2018   08:11 Diperbarui: 1 November 2018   10:06 290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Maksudku berdamai dengan keadaan dan orang-orangnya." Sahut bibirmu menjelaskan dan tangan kananmu memencet hidung mungil perempuan itu.

"Kita coba berdamai dulu sampai tiga bulan ke depan, jika situasi tidak berubah, aku rasa bisa pindah bukan pilihan yang buruk." Sambung perempuan itu.

"Semua kawan-kawan kita juga mengalami hal yang sama, aku tak nyaman jika harus minta bantuan mereka lagi." Kamu berkata dengan menyembunyikan keresahan.

Perempuan itu menatapmu dalam-dalam sejenak kemudian tanganmu memeluk tubuh sintal itu lebih dalam dan tanpa dipinta bibirmu telah mendarat mulut di bibir perempuan itu, bibirmu dan bibir perempuan itu saling melumat cukup lama, selesai melepas bibir masing-masing, kamu berdua tersenyum.

"Mas, aku bahagia bersamamu dan jika memang kita harus pindah, sebaiknya kita pindah ke daratan selatan." Saran perempuan itu.

"Akan aku usahakan. Sebaiknya aku akan pindah Software dulu ke kamarnya." Kamu pamit mohon ijin ke keluar kamar.

Perempuan itu tersenyum melihatmu melangkahkan kaki keluar kamar. Di ruang tengah kamu melihat anakmu tertidur pulas, kedua tangan kekarmu kini merengkuhnya pelan dan dengan hati-hati kamu bopong anakmu ke dalam kamar.

Sayup-sayup terdengar oleh laki-laki itu suara orang-orang kampung yang semakin mendekati rumahnya, "Ada kegiatan apa malam-malam begini." Kata batinmu penuh tanya. Setelah menina bobokan anakmu di dalam kamarnya, langkah kakimu kini berpindah ke kamar tidurmu sendiri.

Tiba-tiba derap langkah ratusan orang-orang kampung itu semakin mendekati rumah laki-laki itu, begitu mereka sampai di halaman depan rumah laki-laki itu orang-orang kampung membikin barisan pagar betis melingkari tiap sudut rumah laki-laki itu. Seakan tak ingin ada mangsa yang lolos dari kejaran.

Salah seorang maju ke depan dengan sikap memberi komando dan orang-orang kampung itu saling bersahutan dengan suara sorak sorai mengancam dan berkoar-koar penuh umpatan, dan salah seorang lainnya mulai melempar batu, dua-tiga batu melayang tepat ke kaca jendela. "Pyar." Memecahkan kaca jendela.

"Bakar, bakar." Seloroh orang-orang kampung itu kompak dan penuh amarah yang meluap-luap. Mengangkat obor tinggi-tinggi dan tinggal menunggu komando untuk melayang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun