Mohon tunggu...
Ainur Rohman
Ainur Rohman Mohon Tunggu... Nelayan - Pengepul kisah kilat

Generasi pesisir

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kembali Pulang

1 November 2018   08:11 Diperbarui: 1 November 2018   10:06 290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tiba-tiba Kekuatan mata batinmu runtuh dan perlahan langkah kakimu menghampiri gadis kecil itu dan istrimu, kamu merangkul kedua wanita yang kamu sayangi itu dengan hati-hati, kamu mengajak keduanya masuk ke dalam rumah.

Kini tubuh gadis kecil itu kamu gendong, dengan mata sembab istrimu berjalan ke belakang rumah, menuju ke dapur dan secepat kilat kembali dengan segelas air putih di tangan, lalu menawari gadis kecil itu air minum, namun anak kecil itu menolak dengan gerak kepala, menggeleng pelan.

Kamu berdua berusaha dengan bahasa dan ucapan yang lebih lemah lembut dan merayu, hingga kedalaman hati gadis kecil itu tenang dan terdiam dari tangisnya. Setelah tenang anak kecil itu mau minum air putih yang ditawarkan oleh ibunya, dan kamu masih merasakan kecemasan, jemari mungil gadis kecil itu masih menggenggam erat tubuhmu.

Bermula dari rasa ingin tahu dan penasaran terkait sebab musabab anak kecil itu menangis, kamu bertanya pada gadis kecil itu. "Adik, ada apa? kok berjalan pulang sendirian ke rumah," tanyamu penuh selidik.

"Afte aeok iuo krfut." Wajah gadis kecil itu masih tersedu sedan dan menjawab dengan suara terbata-bata, lidahnya seperti tertekan dan suara yang keluar dari mulutnya jadi terdengar samar dan tentu saja tidak jelas apa maksud ucapannya.

"Adik, kenapa?" Kamu kembali meminta jawaban.

"Tadi adik dimarahin sama Pak guru, adik disuruh keluar dari kelas, di luar kelas adik bingung dan malu, terus adik berjalan keluar dari halaman sekolah, adik nangis dan jalan pulang sendiri ke rumah." Keluh anak kecil itu dengan derai air mata yang semakin deras.

"Kenapa adik pulang? kan belum waktunya jam pulang sekolah!" tanyamu mencari tahu duduk persoalan.

Gadis kecil itu menatapmu dengan sorot mata mengiba dan dekapan tangannya kembali semakin erat, kepalanya semakin dibenamkan ke dadamu. Tanganmu mengelus ngelus punggungnya dan mendekap lebih dalam.

"Adik bingung dan malu dengan teman-teman, Bapak." Curahan hati gadis kecil itu terdengar lagi.

"Ceritakan dong ke Bapak. Bagaimana Pak guru kamu itu bisa marah ke adik?" pintamu penuh harap.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun