Â
Ia lalu duduk mematung di pinggiran ranjang. Bang Udin datang. Kepalanya terganggu lagi. Berkali-kali ia mengatakan tidak untuk perjalanan itu. Ia gagal. Kemudian meyakinkan, jiwa petualangnya memang sudah saatnya bertanggung jawab. Seperti di film-film. Kekuatan selalu datang tepat waktu. Hahaha. Kelas, joke-nya. Kepalanya bergejolak lagi.
Â
***
Â
Semua perlengkapan sudah siap. Kun juga sudah mempertontonkan bibir tebalnya tepat di depan kamar Aven. Matanya menyelidik cepat ke dalam kamar. Ia menangkap buruannya: secangkir kopi. Dua mata Kun mengerjap genit.Â
Â
Aven hanya diam. Ia tidak menanggapi ulahnya. Kun semakin mendekat. Ada jalan pintas tersedia untuknya. Wajahnya yang menyebalkan terpampang dekat di depan wajah Aven. Aven tidak bereaksi. Hanya suara seruputan kopi yang menguasai kamar itu.Â
Â
Tiba-tiba bibir tebal Kun bergerak-gerak.
Â