“Kamu jadi ke tempat itu?”
“Jadi!” jawab Aven pendek. Tangannya tidak lupa mengangkat cangkir. Kun memilih diam. Suasana menjadi canggung.
“Batalkan. Batalkan saja jika kamu ragu. Jangan sampai tersesat. Atau menyesal. Jangan, pokoknya,” Kun meledek.
“Berikan alamat yang lebih lengkap! Maka, istana kopi yang ada di lemari ini resmi menjadi milikmu!”
“Peh! Dasar orang Indonesia. Dikit-dikit nyogok!” Kun terkekeh. “Ini bukan masalah tawar menawar kopi, Sam! Ini masalah prinsip dan jiwa petualang laki-laki. Pacarku saja pernah menawariku jaket baru asalkan aku batal ke Mahameru tapi dengan tegas aku terima. Ha ha ha. Begitu pula dengan kopimu!” lanjut Kun dengan mata berbinar-binar. Aven hanya menggelengkan kepala.
“Belajar dari mana kamu?”