Mohon tunggu...
AHMAT SOFIRIN
AHMAT SOFIRIN Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Mahasiswa

Khusus share informasi tentang dunia perkuliahan dan organisasi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Hari Literasi Internasional Masih Berlanjut Namun Minat Baca Masih Luput

18 Desember 2024   23:23 Diperbarui: 18 Desember 2024   23:23 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

ABSTRAK 

Hari Literasi Internasional yang ditetapkan UNESCO sejak 8 September 1967 menjadi pengingat pentingnya literasi dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat global. Namun, fakta menunjukkan bahwa minat baca, khususnya di negara berkembang seperti Indonesia, masih berada pada tingkat yang memprihatinkan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang menghambat pengembangan literasi, seperti rendahnya kompetensi guru, lemahnya sistem pendidikan, dan keterbatasan sumber daya, termasuk akses terhadap bahan bacaan yang relevan. Selain itu, studi ini juga mengevaluasi efektivitas strategi literasi yang telah diterapkan, seperti pelatihan kompetensi guru, inovasi pembelajaran berbasis digital melalui program Let's Read, serta integrasi literasi dalam kurikulum pendidikan dasar.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rendahnya minat baca berkorelasi langsung dengan kurangnya pendekatan literasi yang holistik dan berkelanjutan. Oleh karena itu, dibutuhkan upaya yang lebih masif dan terarah untuk mengoptimalkan program literasi agar relevan dengan kebutuhan siswa dan masyarakat. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan baru dalam mendukung kebijakan literasi yang efektif, khususnya di negara-negara berkembang, serta memperkuat makna Hari Literasi Internasional sebagai momentum strategis untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia global.

Kata Kunci: Literasi, Minat Baca, Kompetensi Guru

 

PENDAHULUAN

            UNESCO sejak tanggal 8 September 1967 menetapkan sebagai hari Literasi Internasional. Setiap negara berperan penting dalam kemajuan pendidikan serta perbaikan mutu pendidikannya. Budaya literasi yang ada bahkan sudah menjadi pembiasaan masih belum menjadi jawaban akan kesenjangan terhadap minat baca yang ada. Meskipun data bicara sekitar 80 % tingkat literasi menjadi rata-rata di seluruh dunia (Roser dan Esteban, 2024). Hal ini hanya ada di beberapa negara dan di sebagian negara masih terjadi permasalahan yang sama yakni masih minimnya minat baca.

Merujuk pada Wildova (dalam Mitasari, 2017) yang menyatakan bahwa seseorang jika memiliki keterampilan linguistik membaca dan menulis sejak dini dapat dinyatakan bahwa mereka memiliki kemampuan literasi yang baik. Jika kita fokus ke makna minat membaca adalah kekuatan yang mendorong anak agar mereka tertarik, memperhatikan dan senang pada kegiatan membaca sehingga mereka mau melakukan kegiatan membaca atas kemauan sendiri (Hendrayanti, 2018). Maka perlu upaya dalam mendorong keterkaitan tersebut dikarenakan kemauan individu akan menjadi penghambat dalam kemampuan membaca.

Jika merujuk dari berbagai sumber yang ada dinegara-negara berkembang memiliki faktor yang hampir sama sebagai penyebab rendahnya minat baca pada anak sekolah. Mulai dari faktor literasi yang sejak awal tidak ada bahkan tidak dimulai yang seharusnya hal ini sudah ditanamkan sebelum sekolah dasar ataupun kalau terpaksa di awal kelas rendah (Lukman dkk, 2021). Rendahnya kecakapan dalam membaca yang terjadi di negara-negara berkembang ini termasuk Indonesia merupakan gambaran kualitas pendidikan dari negara (Galus, 2011).

Persoalan ini masih menjadi permasalahan yang cukup serius dikarenakan sudah banyak kajian yang meneliti dan telah banyak solusi yang diberikan. Namun, belum ada solusi yang masif dalam penanganan persoalan ini. Jika dilihat di Indonesia sebenarnya ada 3 poin yang menjadi penghambat kualitas penerapan literasi di sekolah-sekolah yaitu kompetensi guru, sistem pendidikan, dan sumber daya (Lukman dkk, 2021). Hal-hal seperti inilah yang jarang diperhatikan oleh pemerintah dan wajib menjadi prioritas bukan hanya di Indonesia tetapi semua negara.

Oleh karena itu, pada penulisan karya ini akan membahas terkait faktor penghambat kegiatan literasi, dan strategi apa saja yang sudah di terapkan untuk mengatasi rendahnya minat baca. Terlebih lagi akan membahas makna hari Literasi Internasional hanya sebagai simbol perayaan atau ada makna tertentu yang harus dilaksanakan. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan dan kebermanfaatan bagi pembaca. Selain itu, penulis juga ingin mengkaji bagaimana makna hari Literasi Internasional terhadap kecakapan minat baca terutama pada anak sekolah dasar.

STUDI KASUS

Hari Literasi Internasional: Simbol atau tombol kelanjutan

Di tahun 2030 Indonesia diproyeksikan akan mengalami perubahan struktur populasi dengan didominasi oleh penduduk usia produktif (15-64 tahun) mencapai 68 persen dari total penduduk atau sekitar 200 juta penduduk. Anak-anak yang kini duduk di bangku kelas 1 SD pada tahun 2030 akan duduk di bangku SMA dan masuk dalam golongan usia produktif.

Peluang bonus demografi seperti ini tentu perlu dimanfaatkan dengan baik. Oleh karena itu sejumlah upaya harus dilakukan agar sumber daya manusia (SDM) Indonesia dipersiapkan dengan baik, termasuk bagi anak-anak yang saat ini duduk di jenjang pendidikan dasar. Salah satu upaya yang dilakukan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) adalah bekerja sama dengan pemerintah daerah di empat provinsi dalam melaksanakan Program Inovasi untuk Anak Sekolah Indonesia (INOVASI) sebuah kemitraan pemerintah Australia dan Indonesia (Harususilo, 2019).

Hal inilah yang menjadi tanya jawab apakah program Literasi yang berjalan ini punya pengaruh besar terhadap kemajuan minat baca pada siswa atau bahkan hanya angan-angan yang dibalut dengan berbagai program. Hari Literasi terus berjalan namun masih banyak faktor penghalang dalam realisasi menuju kecakapan minat baca yang baik di negara berkembang.

Minat Baca Meningkat atau Terjungkat

Menurut UNESCO, menyebutkan bahwa Indonesia berada di peringkat kedua dari bawah soal literasi dunia, artinya minat baca sangat rendah. Menurut data UNESCO, minat baca masyarakat Indonesia sangat memprihatinkan yakni hanya 0,001%. Hal ini berarti, dari 1.000 orang Indonesia, cuma 1 orang yang rajin membaca.

Riset berbeda tentang World's Most Literate Nations Ranked yang dilakukan oleh Central Connecticut State Univesity pada tahun 2016 lalu, Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca, persis berada di bawah Thailand (59) dan di atas Botswana (61). Padahal, dari segi penilaian infrastruktur untuk mendukung membaca, peringkat Indonesia berada di atas negara-negara Eropa.

Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2020 melakukan survei yang menunjukkan bahwa hanya sekitar 10% penduduk Indonesia yang rajin membaca buku. Angka ini menunjukkan tingkat minat literasi yang rendah di kalangan masyarakat. Ada beberapa faktor yang dapat menjadi sebab rendahnya minat literasi di Indonesia (Yusran, 2024).

PEMBAHASAN 

Hari Literasi Internasional 

            Berdasarkan data dari UNESCO tahun 2022, ditemukan adanya 774 juta orang yang masih tidak memadai melek huruf, dan mirisnya lagi sekitar 75 juta bagian tersebut adalah anak sekolah. Selain itu, jutaan anak berjuang untuk memperoleh tingkat kemahiran minimum dalam membaca, menulis, dan berhitung, sementara sekitar 250 juta anak berusia 6-18 tahun tidak bersekolah (Unesco, 2022).

            Pada tahun 1966, UNESCO memimpin dan mendeklarasikan 8 September sebagai Hari Literasi Internasional, juga dikenal sebagai Hari Aksara Internasional. Tujuannya adalah untuk mengingatkan betapa pentingnya literasi bagi setiap orang, komunitas, dan masyarakat, dan betapa pentingnya melakukan upaya keras untuk membuat masyarakat yang bisa dan senang membaca (Unida, 2024).

Adanya peringatan ini dikarenakan pentingnya literasi sebagai hak asasi manusia dan martabat manusia. Mereka juga berusaha untuk membangun agenda literasi untuk membuat masyarakat lebih terpelajar dan lebih cerdas secara berkelanjutan (Unida, 2024). Oleh karena itu, adanya peringatan Hari Literasi Internasional ini semoga memberikan dampak yang signifikan bagi perkembangan literasi disetiap negara. Selain itu, menjadi pemacu agar pemerintah fokus akan pentingnya literasi membaca bagi masyarakatnya.

Minat baca

            Sebelum membahas minat baca kita harus mengerti arti minat secara bahasa berarti kecenderungan seseorang untuk menyukai suatu kegiatan. Seseorang berminat terhadap suatu kegiatan maka dia akan memperhatikan dan mengikuti kegiatan tersebut dengan senang (Hendrayanti, 2018). Kita lanjut ke makna minat baca merupakan kekuatan yang mendorong seseorang agar mereka tertarik, memperhatikan dan senang pada kegiatan membaca sehingga mereka mau melakukan kegiatan membaca atas kemauan sendiri (Hendrayanti, 2018).

Jika melihat studi negara Indonesia masih terbilang parah dalam tingkat minat baca hal ini dibuktikan dengan data berikut; Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Kemenkominfo) dalam laman resminya pernah merilis hasil Riset bertajuk World's Most Literate Nations Ranked yang dilakukan oleh Central Connecticut State Univesity pada Maret 2016 lalu, Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca, persis berada di bawah Thailand (59) dan di atas Bostwana (61). Padahal, dari segi penilaian infrastruktur untuk mendukung membaca, peringkat Indonesia berada di atas negara-negara Eropa (Indrasari, 2024).

Sementara itu, PISA atau Programme for International Student Assessment sebuah studi internasional yang menilai kualitas sistem Pendidikan dengan mengukur hasil belajar yang esensial untuk berhasil di Abad ke-21 menyatakan hasil PISA pada tahun 2022 ini terkait literasi membaca, menunjukkan peringkat Indonesia yang naik 5 posisi dibandingkan tahun 2018. Namun, hasil yang didapatkan menunjukkan penurunan dan Indonesia masih menduduki 11 peringkat terbawah dari 81 Negara yang didata (OECD, 2022).

Kembali ke minat baca masyarakat Indonesia yang jika kita menilik lebih dalam pada Undang-undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2007 tentang perpustakaan bahwa budaya kegemaran membaca dilakukan melalui keluarga, satuan pendidikan, dan masyarakat dengan kerjasama antara pemerintah dalam upaya peningkatan minat baca, dimana pemerintah bertindak sebagai pihak yang bertanggung jawab utama dan pustakawan melakukan kinerja yang optimal (Perpusnas.go.id).

Merujuk pada Undang-undang tersebut artinya bukan hanya pemerintah saja yang bertanggungjawab atas kemampuan membaca anak namun seluruh elemen keluarga wajib berkontribusi. Literasi membaca memang harus dimulai sejak dini agar meningkatnya kualitas pendidikan serta menekan angka buruk buta huruf.

Faktor-faktor penyebab 

Faktor yang melatarbelakangi rendahnya minat baca ini ada banyak sebenarnya namun penulis akan fokus pada 3 poin penting yakni kompetensi guru, sistem pendidikan, dan sumber daya. Kenapa 3 poin ini menjadi penting karena ketiga persoalan inilah yang berakibat atau berdampak paling besar dalam rendahnya minat baca pada anak-anak sekolah. Terlebih lagi ketiga hal ini berdampak langsung terhadap kualitas pendidikan karena mengarah pada kemampuan membaca.

Kompetensi guru menjadi salah satu faktor kunci dalam meningkatkan kualitas pembelajaran dalam pendidikan (Shihab dkk, 2018). Jumlah Guru di Indonesia memang sudah melimpah jika berdasarkan data namun tingkat kualitas per individu masih jauh diatas rata-rata. Hal inilah yang menjadi salah satu faktor kompetensi seorang guru harus di uji dalam penerapan pembelajaran di lapangan.

Rendahnya kompetensi pedagogi dan profesional guru membawa dampak langsung terhadap kualitas pembelajaran literasi membaca di kelas (Lukman dkk, 2021). Berdasarkan hasil analisis dari berbagai sumber ditemukan ada beberapa yang menjadi penyebab mengapa kompetensi guru masuk dalam faktor rendahnya minat baca.

Pertama, kemampuan serta pengetahuan guru yang kurang memadai dalam pengelolaan literasi dikelas. Hal ini sering dijumpai dengan adanya pembelajaran atau penerapan literasi di jam pagi yang tidak dilakukan Inovasi dan masih menggunakan cara konvensional. Contoh saja tidak adanya pengaturan tempat duduk yang dapat memberikan space bagi guru untuk memberikan perhatian atau pengetahuan tambahan pada siswa.

Kedua, minimnya pengetahuan guru untuk mengajarkan Literasi terkhusus di kelas rendah. Penekanan pembelajaran literasi dasar di kelas rendah adalah upaya memberikan keterampilan membaca pada anak dalam tahapan paling dasar. Dalam proses ini, guru idealnya memfokuskan pembelajaran pada memperkaya kosakata, membaca dengan mendengarkan bunyi. Selain itu, juga perlu dilatih kemampuan untuk pembawaan membaca sambil bercerita bagi guru agar sisa merasa nyaman dalam membaca.

Ketiga, guru tidak memiliki sensitivitas dalam mengenali masalah dan membangun solusi yang kontekstual. Ketidakmampuan siswa dalam membaca sering kali dipandang bukan karena mutu pembelajaran yang dilakukan oleh guru buruk, melainkan karena siswa dianggap "bodoh". Dengan cara pandang seperti ini, jangankan- menyelesaikan masalah yang dihadapi, kesadaran untuk mengenali permasalahan dalam proses pembelajaran sangatlah minim dimiliki para guru. Ketiga persoalan diatas tadilah yang perlu diperhatikan sebagai peningkatan kompetensi guru dalam pelaksanaan literasi.

Faktor yang kedua yakni sistem pendidikan, mengapa sistem pendidikan menjadi faktor  krusial karena suatu proses pendidikan berawal dari ini. Dari kondisi guru yang seperti tadi terus ditambah persoalan seperti tidak ada pelajaran membaca di buku siswa tentunya semakin menambah beban. Tidak adanya materi pelajaran membaca permulaan yang secara khusus dan sistematis yang tersedia di buku teks pegangan siswa.

Sebagian besar guru yang menyandarkan proses pembelajaran hanya pada buku teks mengakibatkan mereka tidak memberikan layanan pembelajaran permulaan yang memadai kepada siswa. Permasalahan tersebut mungkin tidak terlalu tampak bagi siswa yang bermukim di wilayah perkotaan yang relatif memiliki ketersediaan bahan bacaan yang cukup disertai tingkat kesadaran orang tua yang tinggi dalam mendidik anak-anak mereka agar bisa membaca. Namun demikian, pada kawasan lain yang jauh dari akses dan penuh keterbatasan, hal ini akan menjadi masalah yang serius.

Akibatnya, siswa yang belum mampu membaca dan menulis akan mengalami kesulitan belajar sehingga dapat menyebabkan angka putus sekolah tiga kali lebih tinggi. Dari kasus tersebutlah yang nantinya akan berdampak pada minat baca semakin turun terlebih lagi tanpa ada penanganan segera dari semua pihak.

Faktor yang ketiga yaitu sumber daya yang tidak memadai, hal ini jelas proses program literasi tidak akan berjalan dengan baik apabila sumber daya pendukungnya belum memadai. Dalam persoalan ini penulis mengambil contoh minimnya buku bacaan yang tentu selain faktor guru dan siswa faktor ini menjadi kunci penghambat. Proses belajar membaca permulaan memerlukan dukungan berupa tersedianya buku bacaan yang tepat dan sesuai jenjang.

Berdasarkan pengalaman serta kajian literatur ditemukan bahwa di setiap sekolah memang terdapat perpustakaan namun ditemukan berbagai kondisi seperti; perpustakaan dipenuhi oleh buku paket atau buku teks pelajaran, baik yang masih digunakan, maupun buku lama yang menumpuk dan tidak terpakai lagi karena perubahan kurikulum. Kondisi yang demikian membuat perpustakaan lebih mirip seperti "gudang buku bekas".

Dari berbagai faktor tadilah yang menjadi sebuah pertanyaan apakah masih layak program literasi yang dilaksanakan disekolah terus dilanjutkan atau ada strategi yang lebih efisien dalam mengurangi permasalahan yang ada. Oleh karena itu, untuk membahas hal tersebut kita lanjut pada strategi yang telah ada.

Strategi

Dari berbagai persoalan faktor diatas pada sub bab ini akan membahas strategi yang ada dan ini merupakan gabungan dari berbagai literatur. Untuk strategi yang pertama yakni perlu upaya dalam peningkatan kompetensi guru. Jika kita melihat negara-negara dengan pendidikan terbaik mereka akan fokus pada peningkatan kapasitas dan kompetensi guru. Cara ini dilakukan dengan mulai selektif dalam perekrutan guru, pelatihan serta pendampingan profesional, dan memastikan setiap guru memiliki kemampuan pengelolaan pembelajaran (Lukman dkk, 2021).

Berdasarkan analisis penulis terhadap program peningkatan literasi dasar di kelas rendah yang dilakukan oleh INOVASI menghasilkan kesimpulan bahwa kompetensi guru dapat ditingkatkan melalui pelatihan untuk mengenali masalah, menyusun solusi, mempraktikkan solusi, serta melakukan refleksi dan evaluasi atas proses peningkatan kualitas pembelajaran yang dilakukan guru (Pratiwi, Solihin, Atmadiredja, Utama, 2019).

Pada faktor yang kedua dan ketiga yakni sistem pendidikan terlebih pada tidak tersedianya materi dalam buku siswa dan sumber daya yang tidak memadai. Strategi yang penulis temukan dalam kasus ini hanya sebatas perbaikan pada percetakan buku siswa yang dilakukan oleh pemerintah. Padahal hal ini juga krusial dalam pengoptimalan baca anak seharusnya strategi yang diberikan lebih konkret misal seperti pemberian serta pendampingan baca tiap di jam tertentu. Selain itu, juga ada metode baca yang dapat menarik minat baca siswa seperti mendekatkan akses anak terhadap buku bacaan ialah melalui media digital.

Usaha ini telah dilakukan oleh The Asia Foundation melalui program Let's Read dengan sinergi antara sekolah dan Taman Bacaan Masyarakat (TBM). Asia Foundation menginisiasi program Let's Read untuk menyediakan bahan bacaan yang bermutu dan cuma-cuma yang dapat diakses di situs https://reader.letsreadasia.org/  (Lukman dkk 2021). Dari berbagai strategi yang ada sebenarnya sudah dapat mengurangi angka minat baca. Namun, hal ini perlu di jalankan secara masif dan perlu evaluasi setiap pelaksanaannya.

METODE 

Penulisan ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan jenis studi kasus dan studi kepustakaan. Dimana studi ini untuk meneliti terkait faktor penghambat kegiatan literasi, dan strategi apa saja yang sudah di terapkan untuk mengatasi rendahnya minat baca. Terlebih lagi akan membahas makna hari Literasi Internasional hanya sebagai simbol perayaan atau ada makna tertentu yang harus dilaksanakan.

Menurut Moelong (2016) menyatakan bahwa, riset kualitatif merupakan riset yang menghasilkan data berupa deskriptif melalui lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Data deskriptif yang dihasilkan berupa kata-kata, dan bukan angka.

KESIMPULAN

Hari Literasi Internasional, yang telah diperingati sejak tahun 1967, menjadi simbol pentingnya literasi sebagai hak asasi manusia dan pilar pembangunan global. Namun, realitas menunjukkan bahwa tantangan literasi, terutama minat baca, masih menjadi permasalahan besar di negara berkembang seperti Indonesia. Faktor-faktor utama yang menghambat peningkatan minat baca meliputi rendahnya kompetensi guru, sistem pendidikan yang kurang mendukung, serta keterbatasan sumber daya literasi.

Upaya meningkatkan minat baca memerlukan pendekatan yang terintegrasi dan berkelanjutan. Strategi seperti pelatihan kompetensi guru, penggunaan teknologi digital untuk literasi, dan penyediaan akses bahan bacaan yang relevan telah memberikan dampak positif, meskipun belum signifikan secara masif. Selain itu, penting untuk memastikan bahwa literasi tidak hanya menjadi bagian dari simbolisasi peringatan tahunan, tetapi juga menjadi bagian dari kebijakan pendidikan yang konkret dan terarah.

Penelitian ini menyimpulkan bahwa keberhasilan peningkatan literasi, khususnya pada anak-anak usia sekolah dasar, membutuhkan sinergi antara pemerintah, lembaga pendidikan, keluarga, dan masyarakat. Dengan optimalisasi berbagai strategi dan sumber daya, literasi tidak hanya dapat meningkatkan minat baca, tetapi juga berkontribusi pada peningkatan kualitas sumber daya manusia, yang menjadi modal penting dalam menghadapi era globalisasi dan bonus demografi.

RUJUKAN

Harususilo. 2019. Hari Aksara Internasional: Literasi Bukan Hanya Soal Bebas Buta Aksara. Kompas:(https://edukasi.kompas.com/read/2019/09/08).

Hendrayanti, A. (2018. Peningkatan Minat Baca Dan Kemampuan Membaca Peserta Didik Kelas Rendah Melalui Penggunaan Reading Corner. Jurnal Penelitian Pendidikan, 17(3), 235--248.

Indrasari. 2024. UNESCO Sebut Minat Baca Orang Indonesia Masih Rendah. Surabaya: RRI (https://www.rri.co.id/)

INOVASI. 2017. Analisis Situasi Cepat Partisipatif untuk Mendukung Pembelajaran Provinsi Kalimantan Utara. Jakarta: INOVASI.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. "Data Kualifikasi Guru 2019". Diakses 15 Mei 2020 dari https://npd.kemdikbud.go.id/?appid=kual ifikasi&tahun=2018.

Lukman dkk. 2021. Ringkasan Eksekutif: Praktik Baik Peningkatan Kemampuan Siswa SD di Kelas Awal Literasi Dasar. Jakarta: Pusat Penelitian Kebijakan Pendidikan dan Kebudayaan

Max Roser dan Esteban Ortiz-Ospina. 2024. Kemampuan membaca dan menulis membuka dunia pendidikan dan pengetahuan. Kapan dan mengapa lebih banyak orang menjadi melek huruf. Ourworldindata :(https://ourworldindata.org/literacy).

Mitasari, L. 2017. Peran Kegiatan Literasi Dalam Meningkatkan Minat Membaca Dan Menulis Siswa Kelas Atas Di SDN Gumpang 1. Universitas Muhammadiyah Surakarta

Moleong, L. J. 2016. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT. Remaja Rosdakarya.

Rohim & Septina. 2020. Peran Literasi Dalam Meningkatkan Minat Baca Siswa Di Sekolah Dasar. Jurnal Review Pendidikan Dasar: Jurnal Kajian Pendidikan dan Hasil Penelitian (http://journal.unesa.ac.id/index.php/PD).

Ruslan & Sri. 2019. Pentingnya Meningkatkan Minat Baca Siswa. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Program Pascasarjana Universitas Pgri Palembang.

UNESCO. 2018. "Emergent Literacy in Early Chilhood Education". Diakses pada 18 Desember  2024 dari http://www.unesco.org/ education/pdf/21_33.

Unida. 2024. Mempromosikan Pendidikan Multibahasa: Literasi untuk Saling Pemahaman dan Perdamaian (Hari Literasi Internasional. Surabaya: (https://www.unida.ac.id/).

Wahyuningsih dkk. 2022. Krisis LiterasiKrisis Literasi: Menumbuhkan minat baca melalui pemberian pengalaman bahasa sejak dini. International Conference on Islamic Education: ( http://proceeding.iainkudus.ac.id/index.php/ICIE).

Yusran. 2024. Rendahnya Minat Literasi Di Indonesia. Kalla Institute: (https://kallainstitute.ac.id/)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun