Berdasarkan data dari UNESCO tahun 2022, ditemukan adanya 774 juta orang yang masih tidak memadai melek huruf, dan mirisnya lagi sekitar 75 juta bagian tersebut adalah anak sekolah. Selain itu, jutaan anak berjuang untuk memperoleh tingkat kemahiran minimum dalam membaca, menulis, dan berhitung, sementara sekitar 250 juta anak berusia 6-18 tahun tidak bersekolah (Unesco, 2022).
      Pada tahun 1966, UNESCO memimpin dan mendeklarasikan 8 September sebagai Hari Literasi Internasional, juga dikenal sebagai Hari Aksara Internasional. Tujuannya adalah untuk mengingatkan betapa pentingnya literasi bagi setiap orang, komunitas, dan masyarakat, dan betapa pentingnya melakukan upaya keras untuk membuat masyarakat yang bisa dan senang membaca (Unida, 2024).
Adanya peringatan ini dikarenakan pentingnya literasi sebagai hak asasi manusia dan martabat manusia. Mereka juga berusaha untuk membangun agenda literasi untuk membuat masyarakat lebih terpelajar dan lebih cerdas secara berkelanjutan (Unida, 2024). Oleh karena itu, adanya peringatan Hari Literasi Internasional ini semoga memberikan dampak yang signifikan bagi perkembangan literasi disetiap negara. Selain itu, menjadi pemacu agar pemerintah fokus akan pentingnya literasi membaca bagi masyarakatnya.
Minat baca
      Sebelum membahas minat baca kita harus mengerti arti minat secara bahasa berarti kecenderungan seseorang untuk menyukai suatu kegiatan. Seseorang berminat terhadap suatu kegiatan maka dia akan memperhatikan dan mengikuti kegiatan tersebut dengan senang (Hendrayanti, 2018). Kita lanjut ke makna minat baca merupakan kekuatan yang mendorong seseorang agar mereka tertarik, memperhatikan dan senang pada kegiatan membaca sehingga mereka mau melakukan kegiatan membaca atas kemauan sendiri (Hendrayanti, 2018).
Jika melihat studi negara Indonesia masih terbilang parah dalam tingkat minat baca hal ini dibuktikan dengan data berikut; Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Kemenkominfo) dalam laman resminya pernah merilis hasil Riset bertajuk World's Most Literate Nations Ranked yang dilakukan oleh Central Connecticut State Univesity pada Maret 2016 lalu, Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca, persis berada di bawah Thailand (59) dan di atas Bostwana (61). Padahal, dari segi penilaian infrastruktur untuk mendukung membaca, peringkat Indonesia berada di atas negara-negara Eropa (Indrasari, 2024).
Sementara itu, PISA atau Programme for International Student Assessment sebuah studi internasional yang menilai kualitas sistem Pendidikan dengan mengukur hasil belajar yang esensial untuk berhasil di Abad ke-21 menyatakan hasil PISA pada tahun 2022 ini terkait literasi membaca, menunjukkan peringkat Indonesia yang naik 5 posisi dibandingkan tahun 2018. Namun, hasil yang didapatkan menunjukkan penurunan dan Indonesia masih menduduki 11 peringkat terbawah dari 81 Negara yang didata (OECD, 2022).
Kembali ke minat baca masyarakat Indonesia yang jika kita menilik lebih dalam pada Undang-undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2007 tentang perpustakaan bahwa budaya kegemaran membaca dilakukan melalui keluarga, satuan pendidikan, dan masyarakat dengan kerjasama antara pemerintah dalam upaya peningkatan minat baca, dimana pemerintah bertindak sebagai pihak yang bertanggung jawab utama dan pustakawan melakukan kinerja yang optimal (Perpusnas.go.id).
Merujuk pada Undang-undang tersebut artinya bukan hanya pemerintah saja yang bertanggungjawab atas kemampuan membaca anak namun seluruh elemen keluarga wajib berkontribusi. Literasi membaca memang harus dimulai sejak dini agar meningkatnya kualitas pendidikan serta menekan angka buruk buta huruf.
Faktor-faktor penyebabÂ
Faktor yang melatarbelakangi rendahnya minat baca ini ada banyak sebenarnya namun penulis akan fokus pada 3 poin penting yakni kompetensi guru, sistem pendidikan, dan sumber daya. Kenapa 3 poin ini menjadi penting karena ketiga persoalan inilah yang berakibat atau berdampak paling besar dalam rendahnya minat baca pada anak-anak sekolah. Terlebih lagi ketiga hal ini berdampak langsung terhadap kualitas pendidikan karena mengarah pada kemampuan membaca.