Mohon tunggu...
AHMAT SOFIRIN
AHMAT SOFIRIN Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Mahasiswa

Khusus share informasi tentang dunia perkuliahan dan organisasi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Hari Literasi Internasional Masih Berlanjut Namun Minat Baca Masih Luput

18 Desember 2024   23:23 Diperbarui: 18 Desember 2024   23:23 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Kompetensi guru menjadi salah satu faktor kunci dalam meningkatkan kualitas pembelajaran dalam pendidikan (Shihab dkk, 2018). Jumlah Guru di Indonesia memang sudah melimpah jika berdasarkan data namun tingkat kualitas per individu masih jauh diatas rata-rata. Hal inilah yang menjadi salah satu faktor kompetensi seorang guru harus di uji dalam penerapan pembelajaran di lapangan.

Rendahnya kompetensi pedagogi dan profesional guru membawa dampak langsung terhadap kualitas pembelajaran literasi membaca di kelas (Lukman dkk, 2021). Berdasarkan hasil analisis dari berbagai sumber ditemukan ada beberapa yang menjadi penyebab mengapa kompetensi guru masuk dalam faktor rendahnya minat baca.

Pertama, kemampuan serta pengetahuan guru yang kurang memadai dalam pengelolaan literasi dikelas. Hal ini sering dijumpai dengan adanya pembelajaran atau penerapan literasi di jam pagi yang tidak dilakukan Inovasi dan masih menggunakan cara konvensional. Contoh saja tidak adanya pengaturan tempat duduk yang dapat memberikan space bagi guru untuk memberikan perhatian atau pengetahuan tambahan pada siswa.

Kedua, minimnya pengetahuan guru untuk mengajarkan Literasi terkhusus di kelas rendah. Penekanan pembelajaran literasi dasar di kelas rendah adalah upaya memberikan keterampilan membaca pada anak dalam tahapan paling dasar. Dalam proses ini, guru idealnya memfokuskan pembelajaran pada memperkaya kosakata, membaca dengan mendengarkan bunyi. Selain itu, juga perlu dilatih kemampuan untuk pembawaan membaca sambil bercerita bagi guru agar sisa merasa nyaman dalam membaca.

Ketiga, guru tidak memiliki sensitivitas dalam mengenali masalah dan membangun solusi yang kontekstual. Ketidakmampuan siswa dalam membaca sering kali dipandang bukan karena mutu pembelajaran yang dilakukan oleh guru buruk, melainkan karena siswa dianggap "bodoh". Dengan cara pandang seperti ini, jangankan- menyelesaikan masalah yang dihadapi, kesadaran untuk mengenali permasalahan dalam proses pembelajaran sangatlah minim dimiliki para guru. Ketiga persoalan diatas tadilah yang perlu diperhatikan sebagai peningkatan kompetensi guru dalam pelaksanaan literasi.

Faktor yang kedua yakni sistem pendidikan, mengapa sistem pendidikan menjadi faktor  krusial karena suatu proses pendidikan berawal dari ini. Dari kondisi guru yang seperti tadi terus ditambah persoalan seperti tidak ada pelajaran membaca di buku siswa tentunya semakin menambah beban. Tidak adanya materi pelajaran membaca permulaan yang secara khusus dan sistematis yang tersedia di buku teks pegangan siswa.

Sebagian besar guru yang menyandarkan proses pembelajaran hanya pada buku teks mengakibatkan mereka tidak memberikan layanan pembelajaran permulaan yang memadai kepada siswa. Permasalahan tersebut mungkin tidak terlalu tampak bagi siswa yang bermukim di wilayah perkotaan yang relatif memiliki ketersediaan bahan bacaan yang cukup disertai tingkat kesadaran orang tua yang tinggi dalam mendidik anak-anak mereka agar bisa membaca. Namun demikian, pada kawasan lain yang jauh dari akses dan penuh keterbatasan, hal ini akan menjadi masalah yang serius.

Akibatnya, siswa yang belum mampu membaca dan menulis akan mengalami kesulitan belajar sehingga dapat menyebabkan angka putus sekolah tiga kali lebih tinggi. Dari kasus tersebutlah yang nantinya akan berdampak pada minat baca semakin turun terlebih lagi tanpa ada penanganan segera dari semua pihak.

Faktor yang ketiga yaitu sumber daya yang tidak memadai, hal ini jelas proses program literasi tidak akan berjalan dengan baik apabila sumber daya pendukungnya belum memadai. Dalam persoalan ini penulis mengambil contoh minimnya buku bacaan yang tentu selain faktor guru dan siswa faktor ini menjadi kunci penghambat. Proses belajar membaca permulaan memerlukan dukungan berupa tersedianya buku bacaan yang tepat dan sesuai jenjang.

Berdasarkan pengalaman serta kajian literatur ditemukan bahwa di setiap sekolah memang terdapat perpustakaan namun ditemukan berbagai kondisi seperti; perpustakaan dipenuhi oleh buku paket atau buku teks pelajaran, baik yang masih digunakan, maupun buku lama yang menumpuk dan tidak terpakai lagi karena perubahan kurikulum. Kondisi yang demikian membuat perpustakaan lebih mirip seperti "gudang buku bekas".

Dari berbagai faktor tadilah yang menjadi sebuah pertanyaan apakah masih layak program literasi yang dilaksanakan disekolah terus dilanjutkan atau ada strategi yang lebih efisien dalam mengurangi permasalahan yang ada. Oleh karena itu, untuk membahas hal tersebut kita lanjut pada strategi yang telah ada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun