Dika, seorang anak yany tinggal di tengah kota kecil yang sunyi. Suatu hari di bawah teriknya siang di sebuah taman dengan pepohonan rimbun dan bangku kayu, Dika duduk merenung. Ia memandangi sekelompok anak muda yang sedang tertawa, menikmati kebersamaan. "Nia, apa sih sebenarnya arti hidup?" tanya Dika, sambil melipat tangannya di belakang kepala.
"Wah, Dika. Kenapa kamu selalu berpikir terlalu dalam sih? Hidup ya hidup. Kita harus nikmati aja," jawab Nia sambil menggoyang-goyangkan kakinya.
"Enak aja, Nia. Mudah sekali bagi kamu. Semua orang tampak bahagia, tapi aku merasa kosong," Dika berkata, masih menatap ke arah teman-temannya.
"Gini deh," Nia mulai, "coba kamu lihat bunga di sini. Dia tidak tahu kenapa dia ada, tapi dia tetap mekar dan memberi keindahan. Kadang, kita tidak perlu tahu jawabannya."
Dika tersenyum setengah hati. "Tapi kan, bunga juga mati. Apa kita cuma hidup untuk mekar sebentar?"
"Bisa jadi. Tapi mungkin kita juga harus ingat bahwa keindahan itu tidak selalu bertahan lama. Yang penting, kita memberi warna pada hidup orang lain," Nia menambahkan.
---
Hari-hari berlalu, dan Dika merasa semakin terasing di sekolah. Di kelas, teman-temannya berbicara tentang mimpi dan rencana masa depan. "Dika, kamu mau kuliah di mana?" tanya Andi, teman sekelasnya.
"Entahlah. Mungkin... di tempat yang punya pemandangan bagus," Dika menjawab, mencoba bersikap santai.
"Kenapa enggak fokus ke jurusan yang menjanjikan? Kamu kan pintar!" Andi membalas.
Dika hanya mengangguk, tapi hatinya merasa berat. Mengapa semua orang tampak tahu arah hidup mereka, sedangkan dia hanya bingung?