"Bayangin! Kita cukup lompat pager, congkel jendela belakang, masuk dan aku tahu dimana Pak Suhadi menyimpannya. Di lemari samping ranjangnya. Bayangin, dia orangtua, nggak bakal ngasih perlawanan kalau pun ketahuan. Pikirkan dengan jernih. Kita dulu ahli dalam melakukannya." Tegas Malik.
"Aku ikut!" Tegas Somad.
Mereka beberapa waktu saling memandang. Taqim sibuk menyeka keringat yang mengucur di kepalanya. Sementara Rabul masih mencoba mengatur nafasnya yang mulai tak karuan.
"Hidup maling! Panjang umur permalingan. Pasukan Kelelawar sampai mati!" Teriak Rabul, yang diikuti yang lain.
"Hidup maling! Panjang umur permalingan. Pasukan Kelelawar sampai mati!"
**
Pasukan Kelalawar memulai aksinya. Bersama gelap malam mereka mulai mengendap. Dengan jobdesk masing-masing, mereka mulai beraksi memasuki halaman rumah Pak Suhadi. Seperti biasa, Taqim yang bertugas mencongkel jendela dan menjaganya. Ia begitu menikmatinya.
Sementara yang lain mulai masuk. Malik mempimpin operasi. Bagai pasukan khusus yang hafal medan perang, ia menyusuri ruangan per ruangan dan berhenti tepat di depan pintu ruang kamar,
"Ini kamar Pak Suhadi. Dia biasanya keluar kamar pukul 3.30 untuk sholat Tahajud, mengaji dan sholat subuh. Artinya, kita punya waktu satu jam dari sekarang." Malik mencoba memberi instruksi.
Dengan perlahan, Somad membuka pintu. Spontan saja, Malik tertawa girang.
"Ha-ha-haaa.. Orang-orang bodoh"