"Alhamdulillah, tv, radio, kambing-kambing nggak ada yang hilang lagi" Kata pak lurah.
**
Lebaran tahun ini nampak beda dengan lebaran tahun lalu. Untuk pertama kalinya sejak berpisah, empat sobat karib itu bertemu. Somad, Rabul, dan Taqim pulang kampung dari perantauan di kota. Biskuit bergambar keluarga tanpa bapak, menjadi oleh-oleh wajib mereka kepada keluarga di kampung. Tak lupa, ritual saling-jabat-tangan keliling pun mereka lakukan.
Setelah sekian lama, mantan maling ini bertemu dan kembali bercengkrama dalam fitroh. katanya.
"Kamu, belum juga dapat gawean, Sob. Aku di kota ada kerja, gajinya lumayan."
"Mad, Somad. Kamu balik ke Desa tetap saja kan kekurangan. Setelah ini kamu pasti bingung kan bakal ongkos balik ke kota." kata Malik.
"Iya juga sih, Sob. Mana masih banyak anak-anak kecil yang belum tak kasih amplop kan"
"Kamu ini miskin, tapi gayamu selangit. Kalau nggak ada duit, kenapa juga harus ngasih?"
"Namanya juga gengsi, Sob."
Obrolan ngalor ngidul pun terjadi. Somad berkisah soal kerasnya hidup di kota serta tuntutan tingkat tinggi dari warga desa kepada orang yang kerja di kota. Sampai kurangnya biaya hidup kerja sebagai kenek. Malik, tak sungkan menimpalinya dengan guyon-guyon tak jelas.
Asbak telah penuh dengan putung rokok yang tak hentinya mereka kebulkan dari cerobong mulut. Kopi pun telah sampai pada dasar gelas, yang bersamaan dengan itu Somad berpamitan untuk pergi melanjutkan halal-bii-halal kepada para tetangga.