Rasa-rasanya kisah tentang kejayaan Pasukan Kelelawar memang benar adanya. Menyoal dunia permalingan, Malik bakal bilang "urusan pil-gampil" dengan menjentikan jari kelingkingnya tanda "itu hal gampang".
Persoalan maling, Desa Banaran memang pernah resah dibuatnya, khusunya saat malam datang. Tujuh hari dalam seminggu, tujuh pemilik rumah bakal teriak-teriak panik. Para hansip akan meninggalkan papan catur mereka, dan bapak-bapak yang tengah ritual bersama istri berucap tak sedap: "Asu!", dan langsung meninggalkan ranjang dengan wajah marah kemudian keluar rumah.
Mereka mengincar satu target: Pasukan Kelelawar. Entah siapa yang menamainya pertama kali. Yang jelas nama itu dilabelkan kepada kelompok maling paling disegani di sana. Pasukan Kelelawar keluar di malam hari, berpakaian serba hitam, kemudian mengambil apa saja yang bisa dikais. Televisi, radio, sampai binatang ternak pun diembat.
"Bawa apa mereka malam ini?" teriak seorang warga.
"Kambing warga mas, ada empat. Haduh, padahal mau Pak Kasim buat selametan anaknya di kota yang baru aja diangkat jadi PNS."
"Memang itu maling tak punya hati."
"Mana ada maling yang punya hati, Mas. Mau maling ayam, sampai maling duit rakyat semua sama aja serakahnya."
Malam itu Pasukan Kelelawar membawa empat ekor kambing. Mereka menjualnya ke pasar hewan yang memang buka setiap hari rabu, kemudian membaginya empat sama rata.
"Apa yang kubilang, urusan maling-memaling itu gampil-gampil-gampil", seru Malik yang diikuti gelak tawa Taqim, Somad, dan Rabul. Mereka adalah sahabat karib sejak kecil sekaligus sobat sepermalingan yang telah beroperasi lebih dari dua tahun belakangan ini.
Setiap beroperasi, mereka membagi jobdesk masing-masing. Biasanya Taqim yang bertubuh kekar punya tugas congkel-mencongkel sekaligus menjaga pintu atau jendela. Sementara Malik, yang memang jadi "intel" dan paling paham medan target bakalan memimpin operasi dalam rumah. Tugas Rabul dan Somad sebagai eksekutor.
Perihal melarikan diri pun, mereka telah belajar banyak mengenai seni eskapologis. Perencanaan matang di siang hari, dengan membuat proyeksi jalur pelarian dari plan A sampai plan D. Bahkan mereka telah membangun kantong-kantong persembunyian di beberapa titik di tengah hutan yang mereka anggap mustahil tercium oleh warga.