Hubungan antara habitus, kapital, dan arena ini menciptakan suatu dinamika sosial yang kompleks. Dalam dunia bisnis internasional dan pajak, habitus yang terinternalisasi tentang penghindaran pajak, kapital dalam bentuk uang, jaringan sosial, pengetahuan, dan reputasi, serta arena global yang terus berubah, semuanya berkontribusi pada bagaimana suatu perusahaan beroperasi dan bertahan dalam persaingan global.
Praksis = Habitus + Kapital + Arena
Konsep Praksis = Habitus + Kapital + Arena dari Pierre Bourdieu merujuk pada cara-cara di mana individu dan kelompok beroperasi dalam struktur sosial, dipengaruhi oleh kebiasaan atau disposisi mereka (habitus), akses dan kepemilikan sumber daya (kapital), serta ruang sosial tempat interaksi tersebut terjadi (arena). Secara lebih mendalam, konsep ini menjelaskan bagaimana praktik sosial terbentuk dan berlanjut dalam masyarakat melalui hubungan antara faktor-faktor ini.
1. Dampak Dominasi Simbolik: Penindasan melalui Dominasi Simbolik
Dominasi simbolik adalah bentuk penindasan yang halus dan tidak selalu disadari, yang mengendalikan individu atau kelompok melalui simbol, budaya, atau ideologi yang diterima secara luas dalam masyarakat. Penindasan ini dianggap normal dan bahkan wajib oleh mereka yang ditindas, karena tidak tampak secara jelas sebagai bentuk kekuasaan yang menindas.
Contoh dominasi simbolik bisa ditemukan dalam budaya patriarkal yang menganggap bahwa peran perempuan sebagai ibu rumah tangga adalah hal yang wajar dan tak terbantahkan. Meskipun sebenarnya hal tersebut bisa menghambat kebebasan dan perkembangan perempuan, banyak orang (baik pria maupun wanita) menerima ini sebagai norma sosial yang diterima. Dominasi ini mendapat persetujuan dari pihak yang ditindas karena telah diterima sebagai bagian dari struktur sosial yang sudah ada.
Bagaimana dominasi simbolik bekerja dalam konsep Bourdieu? Dalam kerangka praksis, dominasi simbolik ini dapat dipahami sebagai praktik yang terbentuk karena habitus individu atau kelompok yang terbentuk oleh nilai-nilai dan norma-norma yang ada di dalam arena sosial mereka. Kapital yang mereka miliki---baik itu dalam bentuk kekuasaan, pengetahuan, atau akses sosial memungkinkan mereka untuk mengatur dan memperkuat dominasi tersebut. Karena kebiasaan dan pola pikir ini sudah menjadi bagian dari habitus mereka, individu atau kelompok yang ditindas tidak merasa perlu untuk menentangnya. Dominasi simbolik ini juga terjadi melalui bahasa, yang merupakan sarana utama dalam mentransmisikan nilai-nilai tersebut.
Dominasi simbolik dalam konteks Controlled Foreign Company dapat dilihat dalam cara perusahaan-perusahaan besar dan individu yang memiliki kapital ekonomi dan sosial menggunakan Controlled Foreign Company untuk menghindari pajak. Meskipun praktik ini bisa dilihat sebagai tindakan penghindaran pajak yang sah, dalam banyak kasus, ini merupakan bentuk penindasan simbolik yang menguntungkan pihak-pihak tertentu, yaitu perusahaan multinasional besar dan pemilik modal, namun merugikan negara yang kekurangan pajak untuk membiayai layanan publik.
Dominasi simbolik ini bekerja secara halus karena praktik Controlled Foreign Company sering kali dianggap normal dan sah dalam dunia bisnis internasional, bahkan wajib dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar untuk tetap kompetitif dalam pasar global. Para pengusaha dan perusahaan besar menggunakan praktik ini sebagai norma yang diterima dalam dunia korporasi global, seolah-olah penghindaran pajak adalah bagian dari strategi bisnis yang sah dan umum. Hal ini menunjukkan bagaimana penguasa dalam hal ini perusahaan besar dan individu dengan akses ke kapital mendominasi arena ekonomi global melalui penggunaan alat-alat hukum dan finansial, yang membuat penghindaran pajak menjadi praktik yang tidak terlihat sebagai bentuk penindasan, meskipun pada kenyataannya ia merugikan masyarakat yang lebih luas.
2. Doxa: Pandangan Penguasa yang Menjadi Pandangan Umum