Pebrianov mengibas celana saktinya sambil melesat kebelakang, lalu jatuh tersimpuh sambil meratap penuh rindu. Agaknya serangan kata yang diucapkan Aldy menohok tepat ke relung hati terdalamnya, yang memang sejak awal teramat peka… jika itu tentang Desol.
“Des… Aimisyu… Des…”
Ratapan Pebrianov semakin menderu saat mengingat beberapa jurus sakti yang pernah dimainkan bersama Desol, yang sempat menggegerkan dunia persilatan pada episode yang lalu.
Melihat Maut Sambil Berfiksi, Serpihan Rindu di Ruang Hampa, serta jurus yang masih terekam kuat dalam benaknya, yaitu Si Ella Kawin Kemarin! Lalu Kita Kapan Kawin? Hingga akhirnya dia teringat pada jurus pamungkas terakhir, sesaat sebelum akhirnya mereka terpisah berwaktu-waktu: Jurus Kentut Melempar Iblis…!!!
“Des… Jangan tinggalkan aku, Des…”
“Des… TIIIDAAAAAKKKKKKKKKKK…!!!”
Dengan kondisi kejiwaan yang terguncang, Pebrianov melempar celana andalannya sepenuh tenaga, yang langsung menancap tegak lurus pada dinding Tebing Jomblo Berjoged hingga hanya menyisakan bagian sabuknya. Sungguh tingkatan tenaga dalam yang amat sukar diukur!
Melihat keadaan yang amat mengibakan itu, hati Aldy Sang Mantan Pemimpin Pang Kehutanan itu mau tak mau merasa terenyuh juga. Ingatannya langsung berpulang ke masa sebelumnya, saat dia tergeletak tak berdaya dengan napas kembang-kempis efek pukulan gabungan Pebri dan Desol.
Masih segar dalam ingatan betapa berkali-kali dia mencoba bangkit, tapi selalu berakhir dengan kegagalan layaknya ABG yang sukar bangkit dari kisah cintanya yang lebay menyedihkan, yang masih ditambah dengan beberapa sel syarafnya yang terputus buah pertemuan kekuatan mereka. Hingga akhirnya pada sebuah gua Kalimantan, Lihiap muda dari Tanah Jawa menyelamatkannya melalu serangkaian totok-menotok yang ampuh moncer tokcer… :P
“Ternyata dia Pebrianov Si Pendekar Belati Hawa Nafsu rekan duet Desol itu, Na… Tapi mengapa kini dia bersenjata celana? Kenapa tidak sempak saja sekalian agar bisa kembaran dengan Arke?” tanya Bay masih dengan bingung yang sama.
Belum lagi Pendekar Pedang Hujan itu menjawab, ketika sebuah suara bersahut-sahutan dari jarak satu lie jauhnya.