“Angin keras…! Siapkan Barisan Tujuh Bintang Tujuh Keliling..!!!” Perintah Paw Phie Nug kepada seluruh cantrik yang tengah khusuk jaga lilin di lantai enam, membuat situasi sesaat menjadi amat hingar.
“Ada apa sebenarnya ini, Toasuhu?” Tanya Ise Jet Kaw sebagai cantrik tertua yang bersemayam di lantai enam Pagoda Palmerah, sambil tangannya sibuk memberi aba-aba agar jajaran staf cantrik membentuk formasi Barisan Tujuh Bintang Tujuh Keliling yang diperintahkan tadi. Sebuah susunan langsung terbentuk seketika itu juga, dengan pola yang jauh lebih kuat dari barisan yang biasa dipergunakan oleh Partai Persilatan manapun.
Bukannya menjawab, Paw Phie Nug menatap pemandangan gersang Palmerah yang penuh debu dengan amat sendu. Sesekali dia mengusap janggut serta alisnya yang menjuntai panjang berkilat keperakan, untuk kemudian bergumam pelan, “Ada informasi dari Banyu Butek yang baru diangkat menjadi Kuku Garuda, bahwa kabarnya akan berlangsung penyerbuan ke Pagoda Palmerah beberapa hari ini, untuk memperebutkan kitab sakti ‘Andai Aku Admin’ yang berisi jurus-jurus pamungkas menyakiti hati sesama.”
Kembali Paw Phie Nug memain-mainkan alis peraknya, sebelum akhirnya masuk ke ruang penjagaan kitab pusaka ‘Andai Aku Admin’ yang menjadi pegangan hidupnya banyak tahun belakangan ini.
***
dan, begitulah
kami menjelma penanda
bagi setiap kematian
berlabel: Cinta
bagi setiap keterpurukan
atas nama cinta