Mohon tunggu...
Ahmad Maulana S
Ahmad Maulana S Mohon Tunggu... Founding partner di Lembaga Pendidikan dan Sosial Kemasyarakatan -

Founding partner di Lembaga Pendidikan dan Sosial Kemasyarakatan // Penikmat kutak-katik kata yang gemar mengembara dari satu bait ke larik yang lainnya // Cuma seseorang yang ingin menjadi tua tanpa rasa bosan, setelah sebelumnya beranak-pinak seperti marmut atau cecurut // Salam hangat persahabatan...^_

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Mengapa Karya Burukpun Berhasil Menjadi Juara?

26 Oktober 2015   00:46 Diperbarui: 26 Oktober 2015   01:00 768
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berapa nilai komunitas yang kita ikuti, baik secara moral maupun material? Alih-alih sekedar menjadi bebek yang selalu mengikuti giringan dari para petinggi, ada baiknya jika kita paham berapa nilai mereka, yang dengannya semoga kitapun menjadi lebih paham akan nilai diri sendiri, dengan paham yang tak sekedar asal paham.

  • Perlukah Belajar Sastra demi Menjadi Fiksianer Terbaik di Kompasiana?

Studi kasus kolaborasi jadul Hilman ‘Lupus’ Hariwijaya dan Zarra Zattira Zr, teknik pembukaan cerpen ciamik ala Jihad Rajbi, berliris-liris bersama cerpen Presiden Penyair Sutardji Chalzoem Bahri, belajar dari cerpen pilihan Kompas “Déjà vu, Khatmandu”, dan lain-lain.

  • Gagalnya Program Bedah Sastra di Komunitas Fiksi.

Studi kasus program bedah sastra online di panpage Gola Gong dan ‘Komunitas Rumah Dunia’nya, hingga akhirnya bergeser untuk fokus kepada pelatihan TeWe berbiaya relatif tinggi.

  • Apa Yang Dibutuhkan Fiksianer Dalam Mendongkrak Karya Fiksi?

Studi kasus Ganito Ibrahim dan Gola Gong, yang dengan sedikit modifikasi niscaya akan langsung menelurkan fiksianer handal jika mereka tak tipis telinga dan mau menerima masukan. Karena yang dibutuhkan fiksianer bukannya pujian kosong semata, melainkan apresiasi tulus pada setiap karyanya.

  • Menggugat Tjiptadinata Effendi, menghapus stigma tentang tak bisa berfiksi.

Tulisan ini awalnya dibuat sebagai cersil usil. Tapi karena saya ijin di kolom komen beliau dan tak ditanggapi, akhirnya batal, dan dirubah menjadi artikel fiksi demi berbagi kepada mereka-mereka yang mengaku tak pandai berfiksi.

By the way, jika fiksianer ada yang berminat memilih artikel mana yang baiknya diposting di K terlebih dahulu, silakan menitip pesan lewat komentar, yah… #Awas! Paragraf ini mengandung modus! Haha…^_

Kembali ke tema utama. Tak perlu karya Ang Tek Khun jika memang ingin mencari hikmah, karena bahkan hanya dari sempaknya Kompasianer Arke saja akan bisa dicuri beberapa kebaikan.

Penyebabnya sepele saja, yaitu karena sempak arke, mengingatkan bahwa hidup tak lebih serupa sempak: Pendek dan kotor.

Tugas kitalah yang terus berusaha melakukan yang terbaik sekuat mampu, agar kelak kenangan tentang diri kita di mata generasi penerus, jauh lebih panjang serta lebih bersih… dari sekedar sempak!

Selamat menempuh fiksi baru…^_

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun